Nasional

Alissa Wahid: Media Jadi Ekosistem Pemengaruh Praktik Moderasi Beragama

Sel, 19 Oktober 2021 | 15:00 WIB

Alissa Wahid: Media Jadi Ekosistem Pemengaruh Praktik Moderasi Beragama

Anggota Tim Ahli Pokja Moderasi Beragama Kemenag RI Alissa Wahid (kanan) dalam FGD di Jakarta. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Anggota Tim Ahli Kelompok Kerja (Pokja) Moderasi Beragama Kementerian Agama (Kemenag) RI Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menuturkan, pengarusutamaan moderasi beragama harus dilakukan dengan terlebih dulu mengenali ekosistem yang mempengaruhinya. Antara lain media, masyarakat, dunia pendidikan dan keagamaan, partai politik, media, serta negara.


“Kita menganggap media menjadi ekosistem yang memengaruhi moderasi praktik beragama, terutama karena ada kecenderungan di banyak media melakukan komodifikasi kasus-kasus agama, distorsi informasi, disrupsi otoritas keagamaan. Ini yang agak berat,” kata Alissa dalam Focus Group Discussion Uji Peta Jalan Moderasi Beragama II, di Jakarta, pada Selasa (19/10/2021).


Dalam rangka mengarusutamakan praktik moderasi beragama ini juga diundang partai politik. Sebab, Alissa menganggap bahwa praktik politik juga erat kaitannya dengan penguatan moderasi beragama. Parpol di Indonesia kerap melakukan praktik politik kekuasaan, kebangsaan, dan populisme.
 

Baca juga: Lukman Hakim Saifuddin Sebut Tiga Penyebab Pentingnya Penguatan Moderasi Beragama


Meski demikian, ia menegaskan bahwa ekosistem paling berpengaruh dalam pengarusutamaan moderasi beragama itu ada pada negara. Di antaranya dari segi kontestasi ideologi ditambah pembangunan kebangsaan di Indonesia yang belum selesai.


“Kemudian, paradigma konstitusional para penyelenggara negara dalam menyikapi persoalan-persoalan kehidupan beragama, kebijakan program dan layanan, regulasi, dan penegakan hukum. Desentralisasi yang membawa dampak cukup besar terhadap tumbuhnya eksklusivisme beragama, sistem ekonomi, dan aktor negara,” terang Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.


Di samping itu, ada pula ekosistem masyarakat seperti praktik keberagamaan, budaya, keterlibatan, keluarga, kepeloporan warga, perempuan, dan anak muda. Lalu, dunia pendidikan juga sangat berpengaruh dalam pengarusutamaan moderasi beragama melalui penanaman nilai-nilai agama, pendidikan formal dan nonformal, pendidikan masyarakat informal, pendidik, pengelola pendidikan, serta bahan ajar.


Sementara di dunia keagamaan terdapat banyak pihak yang dapat mempengaruhi pengarusutamaan moderasi beragama ini. Antara lain melalui pemuka agama, organisasi berbasis keagamaan, rumah ibadah serta pendidikan, penyiaran, dan komodifikasi agama.


“Ini ekosistemnya. Karena itu, nanti dalam implementasinya tentu kita akan memperlihatkan keterlibatan dari ekosistem ini,” tutur putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu. 


Kelompok strategis
Selanjutnya, Alissa memaparkan bahwa terdapat tujuh kelompok strategis yang dipandang bisa menjadi mitra untuk memperkuat moderasi beragama di Indonesia. Semuanya ini memiliki peran strategis dalam kehidupan berbangsa di Indonesia.


Penguatan moderasi beragama dengan melibatkan kelompok ini akan mempercepat pengarusutamaan moderasi beragama di Indonesia. Tujuh kelompok itu adalah birokrasi, dunia pendidikan, TNI/Polri, media, masyarakat sipil, parpol, dan dunia bisnis.


“Kita ingin dunia pendidikan bisa menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Tetapi, juga kita tegaskan bahwa kita mengharapkan pengelolaan institusi pendidikan ini terjadi secara non-diskriminatif,” tegasnya.


Sementara pada media, Alissa berharap dapat menjalankan peran-peran sebagai pembentuk nilai-nilai kolektif dengan melakukan pengayaan literasi masyarakat tentang moderasi beragama. Bahkan, media diharapkan mampu mengurangi sentimen kebencian di dalam masyarakat. 


Selain itu, Alissa juga mengharapkan peran para tokoh ormas dengan pengaruhnya untuk membantu mempercepat pengarusutamaan moderasi beragama di Indonesia. Penguatan peran dan kapasitas penting dilakukan, terutama bagi para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, budayawan, organisasi berbasis agama, pengelola rumah ibadah, keluarga, perempuan, dan anak muda.


“Salah satu yang kita harapkan adalah para tokoh agama organisasi masyarakat sipil itu bisa menjalankan perannya untuk melakukan pendidikan masyarakat,” tegas Alissa.


Melalui birokrasi, pengarusutamaan moderasi beragama juga dapat dilakukan melalui penguatan perspektif moderasi beragama bagi birokrat untuk pemenuhan hak sipil dan hak beragama warga negara Indonesia.


TNI dan Polri diharapkan juga turut mempercepat penguatan moderasi beragama dengan melakukan tugas dan fungsinya, yakni memelihara keamanan dan ketertiban umum sekaligus menjamin penegakan hukum dengan persepektif pemenuhan hak konstitusi serta perspektif moderasi beragama.


Kepada partai politik, tentu saja ada penguatan praktik politik bermartabat yang nir-SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Terakhir, melalui dunia bisnis dengan upaya melakukan pengembangan ekonomi inklusif dan keterlibatan dunia bisnis dalam penguatan moderasi beragama.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori