Nasional

Pemulangan WNI dari Wuhan, PBNU: Pemerintah Wajib Evaluasi Status Klinis Tiap Hari

Ahad, 2 Februari 2020 | 05:00 WIB

Pemulangan WNI dari Wuhan, PBNU: Pemerintah Wajib Evaluasi Status Klinis Tiap Hari

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif (Foto: NU Online/Abdullah Alawi)

Jakarta, NU Online
Pemerintah memulangkan warga Indonesa dari ibukota Provinsi Hubei, Wuhan, RRT, Ahad (2/2). Berdasarkan data Kemenkes, banyaknya WNI yang dipulangkan dari Wuhan berjumlah 250, terdiri dari 101 laki-laki dan 149 perempuan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 247 adalah orang dewasa dan 3 anak-anak. 
 
Persiapan pemulangan WNI dari Wuhan dilakukan dalam Rapat Final Koordinasi Rencana Pemulangan WNI di Wuhan, RRT, Sabtu (1/2) malam. Hasil rapat menyebutkan, pesawat yang membawa WNI dari Wuhan mendarat di Batam, dilanjutkan proses pemindahan ke Natuna.
 
Pemulangan WNI dari Wuhan menggunakan satu unit C-130 short body berkapasitas 120 orang, dan dua unit Boeing masing-masing berkapasitas 80 dan 90 kursi.
 
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam rapat tersebut meminta agar proses karantina diganti namanya menjadi ‘Observasi WNI Sehat’. Observasi di Natuna bagi kru pesawat akan dilaksanakan 2-3 hari, sementara bagi WNI akan dilaksanakan kurang lebih 14 hari.
 
Rapat juga menyebutkan lokasi untuk observasi di Natuna menyediakan 1000 tempat dalam keadaan layak. 
 
Ketua PBNU Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif menyambut baik pemulangan dan karantina WNI dari Wuhan. Ia mengatakan harus ada keterangan pemerintah bahwa mereka yang diobservasi akan diperiksa status klinisnya tiap hari dan pemeriksaan laboratorium. 
 
"Pemulangan ini menunjukkan kepercayaan Pemerintah China bahwa Pemerintah Indonesia mempunyai kemampuan untuk mengendalikan wabah global di Indonesia," kata Syahrizal, Ahad (2/2).
 
Selain itu, para WNI juga tidak boleh dikunjungi selama 14 hari dalam masa observasi. "Jika ada yang demam, batuk, pilek harus diperlakukan sebagai kasus tersangka, dan perlu dirawat di ruang isolasi untuk diagnosis lebih lanjut pada rumah sakit rujukan," paparnya.
 
Syahrizal menyebut bahwa sebenarnya penggunaan istilah karantina adalah standar dalam situasi Public Health Emergency of International Concern sesuai arahan WHO. Mengganti dengan istilah ‘Observasi orang sehat’, menyalahi prinsip.
 
"Semua yang dievakuasi dari  wilayah episentrum harus dianggap ‘terinfeksi’ sampai dibuktikan tidak, baik secara klinis maupun laboratorik. Ini prinsip kehati-hatian dalam menghadapi wabah global," tegasnya.
 
Media-media memberitakan angka kematian akibat virus corona di seluruh wilayah daratan China hingga Ahad pagi mencapai 304 orang. Sementara 322 lainnya dinyatakan sembuh, sehingga diizinkan meninggalkan rumah sakit.
 
Laman resmi otoritas kesehatan setempat menyebutkan, jumlah orang yang terinfeksi virus jenis baru yang dinamakan 2019-nCoV itu telah mencapai 13.858 orang dan 200 lainnya masih berstatus terduga.
 
Provinsi Hubei menjadi penyumbang terbesar dengan jumlah kematian 294 orang. Jumlah ini juga berarti ada pertambahan 45 orang dibandingkan sehari sebelumnya dengan jumlah kesembuhan 215 orang. Namun, perlu dipahami bahwa wabah coronavirus yang baru ini tetap lebih rendah tingkat keganasannya dibanding SARS-CoV apalagi MERS-CoV.
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Muhammad Faizin