Nasional

Pencatatan Takdir di Malam Nisfu Sya’ban

Sab, 12 Maret 2022 | 23:00 WIB

Pencatatan Takdir di Malam Nisfu Sya’ban

Ilustrasi bulan Sya'ban. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online 
Salah satu keyakinan umat Muslim pada malam Nisfu Sya‘ban atau malam tanggal 15 Sya’ban adalah segala takdir dan ketetapan, baik itu soal rezeki, usia, prestasi, maupun jodoh, ditulis dalam ‘buku catatan takdir’ oleh Allah untuk tahun tersebut.


Sebab itu, selain dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunnah pada malam tersebut. Orang Muslim juga dianjurkan memperbanyak doa, termasuk doa agar dihindarkan dari takdir-takdir yang buruk. Dengan kekuasaan Allah, takdir yang buruk tersebut diganti yang lebih baik. Takdir-takdir yang telah tercatat itu dimohonkan mendapat rahmat dan berkah untuk tahun tersebut.


Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat Ad-Dukhan ayat 3 dan 4 yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami adalah para pemberi peringatan. Di dalamnya dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”


Menurut beberapa mufassir (ulama ahli tafsir), maksud ‘malam yang diberkahi’ tersebut adalah malam Nisfu Sya’ban. Meski ada pula yang menafsirinya dengan malam Lailatul Qadar.

 


Sayyid Muhammad al-Maliki memaparkan, jika melalui metode tarjih, yaitu mengunggulkan satu riwayat atau penafsiran atas lainnya, maka maksud ‘malam yang diberkahi’ dalam surat Ad-Dukhan tersebut adalah malam Lailatul Qadar.


Berbeda jika menggunakan metode metode jam’ur riwayat, yaitu mengumpulkan beberapa riwayat lain dan berusaha memberi jalan tengah pemahaman, lanjut Sayyid Muhammad, maka maksud ‘malam yang diberkahi’ adalah malam Nisfu Sya’ban.


Mengenai yang terakhir ini, Sayyid Muhammad mengutip riwayat Abu Dluha dari Ibnu Abbas, “Sungguh Allah menetapkan putusan dan takdir pada malam Nisfu Sya‘ban dan menyerahkannya pada para pengampunya pada malam Lailatul Qadar”.

 


Berikutnya, selain dari riwayat hadits, al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad was banyak berpuasa pada bulan Sya‘ban.


Kemudian Aisyah ra menanyakan kepada Nabi Muhammad mengapa beliau begitu gemar berpuasa di bulan Sya‘ban. Nabi menjawab, “Sesungguhnya tiada seseorang meninggal pada tahun tersebut kecuali telah ditetapkan umurnya pada bulan Sya‘ban. Aku ingin ketika dicatat takdirku, aku berada dalam keadaan beribadah dan beramal saleh.”


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori