Nasional

Penjelasan BMKG soal Fenomena Gelombang Panas

Jum, 3 Mei 2024 | 17:00 WIB

Penjelasan BMKG soal Fenomena Gelombang Panas

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan tentang kapan suhu panas dikatakan sebagai gelombang panas (heatwave). BMKG menjelaskan bahwa gelombang panas dapat dijelaskan melalui dua penjelasan yang saling melengkapi, yaitu penjelasan secara karakteristik fenomena dan penjelasan secara indikator statistik suhu kejadian.


Pertama, secara karakteristik fenomena, gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.


"Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas," tulis BMKG dalam unggahan Perkembangan Gelombang Asia 2023.


Kemudian, gelombang panas biasanya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area dengan luasan yang besar secara persisten dalam beberapa hari, yang berkaitan dengan aktivitas gelombang Rossby di troposfer bagian atas.

 

Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.


"Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area karena umpan balik positif antara daratan dan atmosfer, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut," tulis BMKG.


Kedua, secara indikator statistik suhu kejadian, gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO).


Selain itu untuk fenomena cuaca termasuk sebagai kategori gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.


"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas," terang BMKG.


Penjelasan LF PBNU tentang gelombang panas

Pengurus Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) Ma'rufin Sudibyo menjelaskan bahwa gelombang panas adalah saat satu kawasan yang terletak di lintang menengah-tinggi dan bersifat kontinental (dikelilingi daratan luas) mengalami inversi atmosferik pada lapisan-lapisan udara di atasnya.


"Normalnya, udara yg paling dekat dengan paras bumi adalah yang paling hangat. Berangsur-angsur suhu udara mendingin seiring naiknya ketinggian mengikuti gradien suhu atmosfer. Demikian pula tekanan udara, berangsur-angsur berkurang seiring naiknya ketinggian. Pola ini memungkinkan udara bergerak atau bersirkulasi," kata Sudibyo kepada NU Online, Jumat (3/5/2024).


Dalam konteks regional, Sudibyo menjelaskan dalam ukuran normal udara akan membumbung ke atas dari kawasan tropis/khatulistiwa. Selanjutnya bergerak mendatar ke arah kedua kutub Bumi, baik ke utara maupun ke selatan.

 

Dan di kawasan subtropis (khususnya di sekitar garis lintang 25° LU/LS), aliran udara ini kembali menurun menuju paras Bumi untuk kemudian bergerak mendatar kembali ke arah khatulistiwa sebagai angin pasat.


"Sirkulasi ini disebut sirkulasi hadley (Sel sirkulasi yang membentang dari garis khatulistiwa hingga 30° utara dan selatan), yang sangat penting artinya bagi pembentukan awan dan hujan," jelas Sudibyo.


Dalam kondisi abnormal, Sudibyo lebih lanjut menjelaskan di daerah subtropik (lintang menengah hingga tinggi) yang kontinental (dikelilingi daratan luas) dapat terbentuk inversi atmosferik akibat gangguan sirkulasi hadley. Pada lapisan udara di ketinggian 3-8 km justru memiliki tekanan udara lebih tinggi dibanding lapisan di bawahnya, hingga membentuk 'sungkup' tekanan.


Sebagai akibatnya udara yang mengalir turun justru menghangat dan mengering secara adiabatis. Sehingga menghambat sirkulasi udara dan menghalangi pembentukan awan. Sangat kurangnya jumlah awan di daerah itu menyebabkan sinar Matahari langsung menerpa paras Bumi, sehingga suhu udara lebih hangat lagi.


"Saat udara lebih hangat, maka tekanannya lebih kecil. Hal ini berakibat pada berhembusnya angin permukaan yang lebih hangat dan kering dari kawasan gurun menuju kawasan tersebut. Kombinasi ketiga faktor inilah yang menghasilkan gelombang panas," terangnya.