Nasional

Penjelasan KH Marzuki Mustamar soal Hukum Cium Tangan

Ahad, 6 Januari 2019 | 10:30 WIB

Bekasi, NU Online
Salah seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan menanyakan sesuatu hal tentang perilaku saat dua orang saling berpapasan. Apakah membungkuk, merangkul, atau menciumnya? Nabi menjawab, tidak.

Hal itu disampaikan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Marzuki Mustamar, saat mengaji kitab karyanya Al-Muqtathofat li Ahlil Bidayat, bab enam tentang tawassul dan tabarruk, di Masjid Agung Al-Barkah Alun-Alun Kota Bekasi, Sabtu (5/1).

Kemudian sahabat Nabi tersebut kembali bertanya, apakah cukup dengan memegang dan menjabat tangannya? Nabi menjawab, iya.

“Dari hadits ini, beberapa kelompok di luar NU tidak mau cium tangan kepada kiai dan orang yang lebih tua,” kata Kiai Marzuki.

Ia menegaskan bahwa dalil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi ini berlaku ketika seorang bertemu dengan teman sebayanya. Maka, kata Kiai Marzuki, tidak elok saat bertemu kiai atau orang yang lebih tua dengan perlakuan yang sama.

Murid kepada guru, lanjutnya, ibarat seorang sahabat kepada Kanjeng Nabi. Hal itu karena sahabat berkedudukan sebagai murid dan Kanjeng Nabi adalah guru.

“Kalau ada ustadz di radio, televisi, dan media massa lainnya yang berdalil dengan hadits ini lalu berfatwa haram cium tangan, maka itu keliru. Hadits teman bertemu teman, dia terapkan menjadi murid bertemu guru atau anak bertemu orang tua. Tidak pas,” pungkas Kiai Marzuki.

Sebagai informasi, Kiai Marzuki Mustamar sudah mendatangi sekitar 167 wilayah se-Indonesia untuk mengkaji kitab yang dikarangnya itu sebagai wujud untuk membentengi warga NU saat diserang berbagai tuduhan bid’ah, syirik, dan sesat. (Aru Elgete/Fathoni)