Nasional SIMPOSIUM ISLAM NUSANTARA

Pentingnya Peningkatan SDM Lembaga Zakat

Ahad, 9 Februari 2020 | 16:00 WIB

Pentingnya Peningkatan SDM Lembaga Zakat

Ketua LPBI NU, M Ali Yusuf Perspektif Islam Nusantara tentang Filantropi, Keadilan, dan Pengentasan Kemiskinan, Sabtu (8/2), (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta NU Online
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), M Ali Yusuf mengatakan perjalanan lembaga filantropi NU yakni LAZISNU mengalami perkembangan pesat dari waktu ke waktu. 
 
Semenjak didirikan secara resmi sebagai lembaga baru di tubuh NU paska Muktamar NU tahun 2005 di Solo, Jawa Tengah, terus terjadi perbaikan peran LAZISNU, termasuk memajukan pesantren.
 
"Kalau tidak ada filantropi di NU, saya rasa pesantren tidak akan sebesar sekarang. Tidak akan ada masjid-masjid NU megah seperti sekarang, juga tidak akan ada kantor-kantor NU di seluruh Indonesia yang berdiri. Saya kira ini bagian dari manfaat filantropi yang dipraktikkan di NU," tegasnya.
 
Menjadi pemateri pada diskusi panel bertema Perspektif Islam Nusantara tentang Filantropi, Keadilan, dan Pengentasan Kemiskinan, Sabtu (8/2), 
Ali menegaskan filantropi saat ini tidak sekedar charity. Tetapi, juga merambah ke isu keadilan sosial, kesejahteraan umat, kebijakan publik, pendidikan, kesehatan, juga aksi kemanusiaan dan lingkungan hidup bahkan perubahan iklim.
 
Pria kelahiran Bojonegoro yang juga Ketua Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) itu melanjutkan menurut data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) potensi zakat di Indonesia mencapai 217 triliun. Saat ini penghimpunannya melalui lembaga amil zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) baru mencapai 4,5 persen dari total atau sekitar 12 triliun.
 
"Ini artinya ada kesenjangan yang luar biasa. Penghimpunannya masih dilakukan secara sporadis dan kurang maksimal," papar Ali pada panel yang merupakan bagian dari Simposium Islam Nusantara dan berlangsung di Gedung PBNU Kramat Raya 164 Jakarta Pusat.
 
"Lalu apakah di masyarakat kita atau karena Nahdliyin enggan berderma?" tanya Ali mengajak hadirin merenung.
 
Ia mengutipp data yang dipaparkan oleh Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amelia yang juga hadir pada forum tersebut bahwa Indonesia adalah negara yang paling dermawan sedunia.
 
Namun, lanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan menjadi catatan bersama oleh lembaga filantropi khususnya NU agar lebih berkembang dan menyejahterakan warga NU. 
 
"Saya rasa lembaga filatropi kita perlu memiliki kapasitas adaptif plus kreatif terhadap dinamika situasi secara global, nasional, dan lokal. Juga kegiatan serta program yang harus memiliki relevansi yang kuat dan berbasis hasil yang terukur, namun tetap dinamis," ungkapnya.
 
Selain itu, menurutnya lembaga zakat harus dikelola oleh SDM dengan kapasitas yang cakap sesuai bidangnya, tata kelola kelembagaan yang agile, tetapi transparan dan memenuhi standar akuntabilitas publik.
 
"Jadi, perlunya pengurus lembaga zakat yang memang punya bakat dan minat, juga kemampuan kecakapan di bidang zakat, infak, sedekah, dan wakaf yang memang sudah terlatih. Tentu perlu dukungan secara struktural," paparnya.
 
Pemanfaatkan teknologi informasi untuk komunikasi publik seperti branding dan akuntabilitas, juga perlu dilakukan. Berikutnya, memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan program serta meningkatkan kepercayaan publik.
 
Dan, tak kalah penting, "Setiap aksi kemanusiaan harus berbasis pada pemenuhan standar dan prinsip kemanusiaan serta sesuai dengan sistem dan regulasi yang berlaku," ujar Ali.
 
Kontributor: Anty Husnawati
Editor: Kendi Setiawan