Bekasi, NU Online
Guru besar bidang ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Paulus Wirutomo berbicara soal revolusi mental bagi masyarakat Indonesia.
Menurut Paulus, revolusi mental bukan saja diberlakukan saat pemerintahan Jokowi, melainkan oleh Presiden Soekarno sekitar tahun 1965. Ia menjelaskan, revolusi mental menyentuh pada prilaku masyarakat Indonesia, bagaimana merubah kebiasaan yang sudah sering dipraktekan.
Hal itu disampaikan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Paulus Wirutomo, saat menjadi pembicara pada kegiatan Halaqah Nasional di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke VI Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) di di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Luar Negeri (Cevest) Kota Bekasi, Jawa Barat, Ahad (23/12).
Untuk merubah itu, kata dia, harus ada pengembangan nilai nilai strategis, nilai nilai strategis itu misalnya integritas, etos kerja, dan gotong royong. “Inti dari revolusi mental adalah megembangkan nilai nilai strategis,” ucapnya.
Revolusi mental, lanjut dia, menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki integritas dalam segala persoalan baik profesional di lingungan keluarga maupun di masyarakat. Jangan sampai, msyarakat Indonesia meminta haknya saja, sementara kewajibannya tidak pernah dilakukan.
“Nilai revolusi mental kedua adalah etos kerja, ini penting bagi bangsa Indonesia, kita bangsa yang besar tetapi mengapai masih ada yang bermalas malasan, oleh karena itu kita harus etos kerja, semangat kerja,” tuturnya.
Kemudian, sasaran strategis revolusi mental yang harus segera diperhatikan di antaranya yakni biroktasi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. “Yang harus dibenahi mentalnya adalah pemerintah, jangan sampai masyarakat terus yang disalahkan,” katanya. (Red: Muiz)