Jakarta, NU Online
Tertangkapnya terduga teroris pada minggu lalu di Duren Sawit dan Bekasi menambah daftar panjang sederetan nama Jaringan Ansharut Daulah (JAD). Mereka berencana meledakkan bom pada 22 Mei mendatang.
Selain sebagai bentuk penolakan terhadap demokrasi, rencana aksi juga melihat tanggal tersebut sebagai momentum yang bisa berlipat mengingat akan ada perlawanan terhadap hasil demokrasi.
"Jadi kemungkinan korban akan besar yang bisa menjadi isu nasional bahkan internasional," ujar M Imdadun Rahmat, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), kepada NU Online, pada Senin (13/5).
Karena itu, ia melihat seruan people power yang digaungkan oleh sebagian elit politik justru memberi ruang aksi teror. "People power memberi peluang aksi terorisme," katanya.
Sebab, menurutnya, teroris akan berupaya mencari kemungkinan-kemungkinan agar mereka dapat melaksanakan terornya dengan minim risiko tertangkap dan menciptakan ketakutan.
Untungnya, polisi bertindak cepat dan langsung meringkus mereka yang berencana melakukan aksi tersebut. "Alhamdulillah kawan-kawan Densus 88 sudah bisa menangkap sebelum kejadian. Kita apresiasi," kata Ketua Komnas HAM 2016-2017 itu.
Para teroris juga selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka mencari habitus yang mendukung rencana aksinya. "Habitus itu jaringan orang yang membuat dia bisa hidup membuat dia mendapat resources dukungan rekrutmen dan kemudahan untuk melakukan tindakan teror," katanya.
Artinya, lanjut Imdad, mereka tidak terpusat pad satu titik sentral, kecuali sudah menguasai satu wilayah teritori tertentu. Sebab, mereka cenderung klandestin, beraktivitas secara diam-diam.
"Terorisme sebagai ujung paling ekstrem kelompok intoleran itu ya paling klandestin," pungkasnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)