Nasional

Pergunu Minta Kapolda DIY Klarifikasi Penyertaan Saat Konferensi Pers Guru Tersangka Kasus Susur Sungai

Rab, 26 Februari 2020 | 13:15 WIB

Jakarta, NU Online
Kegiatan susur sungai yang menyebabkan sepuluh siswa SMPN 1 Turi Sleman, DI Yogyakarta meninggal dunia beberapa waktu lalu, berlanjut dengan penetapan tiga orang guru sebagai tersangka. Penetapan tiga tersangka ini berlangsung saat Polres Sleman menggelar ungkap kasus tragedi susur sungai SMPN 1Turi, Selasa (25/2).

Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) menyayangkan tindakan Kapolda DIY yang menyertakan para guru tersebut dalam siaran konferensi pers Polda DI Yogyakarta, di mana para guru-guru mengenakan baju tahanan dan 'digunduli'.
 
"Ini merupakan tindakan yang gegabah, tanpa memikirkan harkat dan martabat sebagai seorang guru tersebut bahkan perasaan keluarganya," ungkap Koordinator Bantuan Hukum dan  Pelindungan Profesi Guru, PP Pergunu, Achmad Zuhri, Rabu (26/2).
 
Menurut Zuhri, musibah ini harusnya menjadi evalusi bersama bagi para pemangku kepentingan khususnya bidang penyelenggaraan pendidikan. Namun dengan penyertaan para guru dalam konferensi pers tersebut, menjadi polemik baru.
 
"Tindakan tersebut sangat melukai hati kami sebagai guru. Seolah guru-guru kami diperlakukan layaknya kriminal berat sehingga digunduli, bahkan koruptor dan bandar narkoba pun tak diperlakukan sedemikian rupa. Hal tersebut sangat berdampak terhadap persepsi publik kepada guru-guru di seluruh Indonesia. Di manakah nurani Bapak Kapolda dan jajarannya yang pernah menjadi seorang murid?" tanyanya.
 
Pihaknya juga mempertanyakan apakah SOP penanganan kasus tersebut sudah sesuai? Dan di mana etika publiknya, ketika hal tersebut dipertontonkan kepada khalayak luas.

Pergunu berkeyakinan tak ada seorang pun guru yang berniat mencelakai siswanya. Semua guru punya kasih sayang yang tak bisa diukur. Jika Guru tersebut dianggap lalai maka ada Kode Etik dan Proses Hukum yang harus ditegakkan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Hal ini telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
 
"Ketentuan dimaksud dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Di dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas," beber Zuhri. 

Lebih lanjut, Zuhri menyebutkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru menyebutkan bahwa guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru memperoleh jaminan perlindungan berdasarkan undang-undang. Kebijakan perlindungan tersebut harusnya menimbulkan adanya rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas profesinya. 

"Untuk itu kami memohon klarifikasi dari bapak Kapolda DI Yogyakarta untuk menjelaskan kejadian tersebut," tegas Zuhri.

Selain itu, Pergunu juga menuntut beberapa hal, pertama, Kapolda DI Yogyakarta harus memeriksa SOP penanganan kasus tersebut, apakah sudah sesuai atau belum dikaitkan dengan Kode Etik dan prinsip Profesionalisme Kepolisian. Kedua, dalam prinsip penegakan hukum, harusnya mengutamakan kaidah Asas Praduga Tak Bersalah, apakah hal tersebut sudah dilakukan? 
 
"Ketiga, Kapolda DI Yogyakarta harap meminta maaf terhadap publik sebagai pihak yang kami anggap paling bertanggungjawab atas siaran pers yang menampilkan guru-guru tersebut secara tidak etis," lanjutnya.
 
Kemudian, demi menjaga kondusivitas dan iklim pendidikan yang bersahaja, Pergunu mengimbau setiap pemangku kepentigan, media massa dan masyarakat luas untuk tetap arif dan bijaksana dalam menyikapi peristiwa tersebut, dengan mengedepankan prinsip tabayyun atau klarifikasi.

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Abdullah Alawi
Â