Nasional

Pesan ke Pengelola PTNU, Gus Yahya: Tempatkan Orang Tepat di Tempat yang Tepat

Rab, 29 November 2023 | 20:00 WIB

Pesan ke Pengelola PTNU, Gus Yahya: Tempatkan Orang Tepat di Tempat yang Tepat

Gus Yahya saat memberikan arahan dalam Simposium Nasional Digitalisasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) yang digelar di Mercure Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Selasa (28/11/2023). (Foto: NU Online/Aji)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan, bahwa yang NU butuhkan sekarang adalah bagaimana kita menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Adapun prinsipnya sudah jelas, yaitu menyerahkan suatu perkara kepada ahli atau eksper-nya (tausidul amri ila ahlihi). Untuk itu, ia menekankan pentingnya meritokrasi, yaitu sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan karena kekayaan atau kelas sosial.


“Untuk mengukur siapa yang tepat di tempat yang tepat, itu butuh meritokrasi, tidak bisa asal-asalan. Tidak bisa asal kenal ketua umum lalu bisa jadi ini itu. Tidak boleh begitu. Harus ada ukurannya, dan kita sudah dituntun dengan itu,” tegas Gus Yahya, sapaan akrabnya, saat memberi arahan dalam Simposium Nasional Digitalisasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) yang digelar di Mercure Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Selasa (28/11/2023). 


Alumnus Pesantren Krapyak, Yogyakarta, itu, kemudian mendedah ayat yang sebelumnya dibaca oleh qari’ dalam acara ini, yang terjemahnya sebagai berikut.


Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah: 11).


Gus Yahya mengungkapkan, ayat di atas kerap kali dipotong hanya dari yarfa'illāh-nya saja, yaitu ditinggikannya derajat orang yang berilmu, dengan tanpa menyertakan ayat sebelumnya.


“Ini sebenarnya ayat tentang meritokrasi. Cuma di pondok-pondok itu kalau muludan atau haul biasanya dipotong, cuma ditulis yarfa'illāh-nya saja, tidak tahu depannya apa. Nah, ini itu agak mengacukan pemahaman sebetulnya, karena Qur'an itu memang begitu,” ucapnya, otokritik.


Gus Yahya menegaskan, jika hendak memotong ayat harus pas, kalau tidak bisa membuat bingung orang dalam memaknainya. 


Innā khalaqnākum min żakariw wa unṡā wa ja'alnākum syu'ụbaw wa qabā`ila lita'ārafụ (QS. Al-Hujurat: 13), itu motongnya harus pas. Kalau tidak pas: innā khalaqnākum min żakar, itu repot,” selorohnya, diikuti tawa hadirin. “Nanti bingung orang memahami,” imbuhnya. 


Menurut Gus Yahya, bahwa QS. Al-Mujadalah: 11 itu merupakan ayat tentang meritokrasi. “Artinya apa? Kita ini harus disiplin di dalam berorganisasi. Kalau perintahnya perluas lingkaran, ya harus semuanya bergerak untuk memperluas lingkaran. Kalau komandonya itu perketat konsolidasi, ya harus diketatkan. Wa iżā qīlansyuzụ fansyuzụ. Kalau itu dilakukan, disiplin organisasi itu dilakukan, baru nanti kelihatan,” ujarnya menjelaskan.


Gus Yahya menambahkan terkait dengan ayat tersebut, bahwa iman itu dedikasi, sedangkan ilmu itu kapasitas. “Di situ nanti kelihatan siapa yang dedikasinya lebih tinggi, siapa kapasitasnya lebih tinggi. Nah, yang kelihatan itu nanti yang akan mendapatkan, yang akan diangkat derajatnya untuk menempati posisi-posisi yang lebih tinggi dan mengerjakan tugas-tugas yang lebih berat,” urainya. 


Dia juga mengimbau hal ini untuk dijadikan prinsip di dalam membangun agenda pengembangan perguruan tinggi-perguruan tinggi di lingkungan NU. Pertama adalah asas memenuhi hajat.

 

“Jangan cuma karena kepengin punya, hajatnya itu loh apa? Karena seperti dibilang Pak Nadiem tadi, kalau cuma punya ternyata tidak ada hajat, jadi tidak berguna,” ucap dia.


Kedua, agar semuanya dimasukkan ke dalam satu sistem, sehingga bisa saling tunjang satu sama lain. Kalau sendiri-sendiri, menurutnya, mau berkembang akan payah. “Sudah, ini pelajaran teman kanak-kanak lah: namanya biting itu kalau sendiri-sendiri mudah patah, kalau digendel jadi susah,” tamsilnya.


Gus Yahya mengimbau agar dua hal tersebut menjadi agenda utama, dengan membangun basisnya sejak sekarang, disertai desain yang valid dan starting point yang benar. 


“Saya ini tidak tahu matinya kapan. Saya tidak tahu kalau habis periode nanti cabang-cabang masih mau milih saya apa tidak. Tapi saya mau, semua yang dimulai pada periode ini tidak boleh tidak diteruskan oleh siapa pun yang nanti akan memegang keputusan kebijakan,” pungkas Gus Yahya.


Hadir dalam kesempatan ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, Wakil Ketua Umum Prof Nizar Ali, Ketua PBNU H Muhammad ‘Mukri, Wasekjen PBNU H Imron Hamid, Lembaga Perguruan Tinggi dan Ma’arif NU, badan otonom NU dan segenap tamu undangan.