Nasional

Pesantren, Solusi Tingkatkan Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Mahasiswa

Kam, 7 November 2019 | 12:30 WIB

Pesantren, Solusi Tingkatkan Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Mahasiswa

Mengaji (Ilustrasi)

Jakarta, NU Online

Kemampuan rata-rata mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) dalam Baca Tulis Al-Quran (BTQ) baru mencapai 3,19 dan 3,20 dari skala maksimum lima. Artinya, mereka baru sampai pada tahap mengenal huruf Hijaiyah dan beberapa hukum tajwid dan belum mampu membaca ayat-ayat gharib dan fawatihus suwar. Sementara dalam hal menulis, mereka belum mampu menyambung dengan didikte, terlebih menulis ayat Al-Quran.

 

Hasil penelitian ini disampaikan oleh Ahmad Jaeni, salah satu peneliti, Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) di Hotel Santika, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu (6/11).

 

Dalam rangka meningkatkan kemampuan BTQ mahasiswanya, UIN Maulana Malik Ibrahim yang memperoleh indeks kemampuan baca Al-Quran tertinggi memaksimalkan fungsi Mahad al-Jamiah (pesantren kampus). Setiap mahasiswa baru, wajib untuk tinggal di Mahad selama satu tahun guna memperoleh bimbingan membaca dan menulis Al-Quran, bahkan hingga menghafalnya.

 

Melihat hal ini, Direktur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama Arskal Salim merasa kesulitan mengingat tidak sedikit UIN yang belum memiliki Mahad Al-Jamiah yang dapat menampung seluruh mahasiswa barunya dalam tempo setahun.

 

“Hambatan utamanya lebih karena harus ada asrama, rusunawa. Kalau setiap tahun 5.000, maka harus menampung 5.000 itu. Ini jadi kendala,” katanya.

 

Baca juga: Penelitian Terbaru: Kemampuan Baca Tulis Al-Qur'an Mahasiswa UIN Bermasalah

 

Kampus yang tak memiliki asrama dan mampu menampung ribuan mahasiswa, menyiasatinya dengan berkolaborasi bersama lembaga di luar kampus yang sudah terstandariisasi. UIN menunjuk beberapa lembaga eksternal yang mengajarkan BTQ dan mewajibkan mahasiswanya untuk mengikuti program yang dijalankannya. Hal demikian sudah dilakukan oleh UIN Padang dan UIN Banjarmasin.

 

Di luar UIN, Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto menerapkan kebijakan mahasiswanya untuk tinggal di pesantren sekitar selama setahun. Bahkan, ada pula yang meneruskannya di tahun-tahun berikutnya.

 

Menurut Jaeni, model pembinaan kolaborasi ini relatif bagus hasilnya karena ada standarisasi. Hal ini pula, standarisasi, yang menjadi rekomendasi kepada Kementerian Agama. Artinya, dalam skala nasional, kampus-kampus UIN harus memilik standar yang sama dalam pembinaan dan peningkatan BTQ di lingkungan UIN dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) pada umumnya.

 

Menanggapi hal tersebut, Arskal sebagai Direktur Diktis langsung menanggapi positif dengan akan menindaklanjuti rekomendasi tersebut. “Nanti kita buat lagi standarisasinya. Levelnya seperti apa kita bisa rumuskan. Level satu itu bisa di-breakdown lagi menjadi tingkat akurasi, kecepatan, ketepatan. Kalau satu halaman atau satu juz berapa menit,” katanya.

 

Baca juga: Inilah Tiga UIN dengan Indeks Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Terendah

 

Rekomendasi ini juga ditanggapi oleh Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi. Ia menyampaikan agar LPMQ juga dapat memberikan dan mengembangkan tawaran kepada Kementerian Agama.

 

Di samping itu, peneliti juga menawarkan agar standarisasi juga dilakukan di semua jenjang pendidikan Al-Quran agar persoalan tersebut dapat diselesaikan secara lebih efektif. Hal itu, katanya, mengingat persoalan BTQ di UIN pada dasarnya berakar dari berbagai persoalan pendidikan AL-Quran di jenjang sebelumnya yang belum berhasil dan tuntas.

 

Terakhir, peneliti juga merekomendasikan agar pemerintah dapat memaksimalkan peran TPA dan TKA dengan mensinergikannya pada jenjang pendidikan formal.

 

Pewarta: Syakir NF

Editor: Muhammad Faizin