Nasional

Tiga UIN dengan Indeks Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Tertinggi

Kam, 7 November 2019 | 04:15 WIB

Tiga UIN dengan Indeks Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Tertinggi

Ilustrasi (Foto: malaymail.com)

Jakarta, NU Online

Kemampuan baca tulis Al-Quran mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan UIN Walisongo Semarang menjadi yang tertinggi dari 14 UIN yang diteliti oleh Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ).

 

Muhtadirin, salah satu peneliti, mengungkapkan bahwa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang memaksimalkan fungsi Mahad al-Jamiah sebagai tempat pembinaan dan bimbingan bagi para mahasiswa baru.

 

"UIN Maliki bagus karena pembinaan dan bimbingan langsung dilakukan pada semester awal. Semua (mahasiswa) semester baru wajib masuk asrama," katanya saat Seminar Hasil Penelitian Kemampuan Baca Tulis Al-Quran Mahasiswa UIN di Indonesia di Hotel Santika, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (6/11).

 

Dari skala nilai maksimum 5, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang memperoleh nilai 3,94 untuk indeks kemampuan membaca Al-Quran. Ia berada di atas UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan 3,88 dan UIN Walisongo Semarang dengan nilai 3,76.

 

Hal itu menunjukkan mahasiswa di tiga UIN tersebut sudah mampu membaca Al-Quran dengan berbagai kaidah idgham bighunnah, idgham bila ghunnah, iqlab, ikhfa, mad lazim mutsaqqal kalimi, dan mad lin. Tetapi, mereka belum cakap membaca kalimat-kalimat yang gharib dan fawatihus suwar (ayat-ayat pembuka surat).

 

Sementara untuk kemampuan menulis Al-Quran, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berada di urutan teratas dengan indeks 3,80. Menyusul di bawahnya, UIN Maulana Malik Ibrahim dengan nilai 3,74 dan UIN Walisongo Semarang dengan 3,58.

 

Skala tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa tiga UIN itu sudah mahir menyambung huruf Hijaiyah dan sedikit lagi berkemampuan menyalin kosa kata Arab lengkap dengan syakalnya. Namun, mereka belum cakap untuk menyalin satu surat pendek secara utuh.

 

Model pembinaan seperti UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini cukup berkendala bagi UIN-UIN lainnya. Hal tersebut mengingat kampus membutuhkan asrama dengan kapasitas yang cukup memenuhi jumlah kuota mahasiswa baru mereka.

 

 

Mengatasi hal tersebut, UIN Banjarmasin dan UIN Padang menjalin kerjasama dengan lembaga yang khusus menangani bimbingan BTQ dengan standar tertentu. Muhtadirin juga menyampaikan bahwa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto memberikan kebijakan mahasiswanya untuk mondok pada tahun pertama mereka di beberapa pesantren di sekitar kampusnya.

 

Namun, Ahmad Jaeni, salah satu peneliti, mengungkapkan bahwa belajar Al-Quran membutuhkan intensitas yang tinggi. "Belajar Al-Quran itu butuh intensitas sehingga yang memungkinkan untuk perjumpaan murid dengan guru itu ya mahad. Yang lain belum bisa seintens di Mahad. Yang kedua baru kolaborasi," katanya.

 

Karena beragamnya cara atau kebijakan para rektor terkait pembinaan BTQ mahasiswanya, maka peneliti memberikan rekomendasi agar Kementerian Agama, sebagai lembaga tertinggi di lingkungan UIN, untuk memberikan kebijakan standardisasi BTQ.

 

Di samping itu, menurut Jaeni, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) adalah terminal terakhir bagi mahasiswa untuk memperbaiki kemampuan BTQ-nya. Mereka sebelumnya telah mengikuti berbagai pendidikan Al-Quran. Karenanya, ia menyampaikan bahwa perlu juga standarisasi di semua jenjang agar persoalan tersebut dapat diselesaikan lebih efektif.

 

Jaeni juga mengatakan bahwa Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dapat mensinergikan kelembagaan TPA/TKA dengan penyelenggaraan BTQ di pendidikan formal.

 

Pewarta: Syakir NF

Editor: Muhammad Faizin