Nasional

Petaka Longsoran Gunung Kuda Cirebon

NU Online  ·  Rabu, 4 Juni 2025 | 07:30 WIB

Petaka Longsoran Gunung Kuda Cirebon

Tambang Kuda, Cirebon yang longsor kini izin penambannya ditutup (Foto: Syakir NF/NU Online)

Cirebon, NU Online
Gunung Kuda yang terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon ramai menjadi perbincangan. Pasalnya gunung yang sudah sejak dulu ditambang itu kembali memakan korban akibat longsor pada Jumat (30/5/2025).


Ada 19 korban meninggal yang baru ditemukan sampai hari ketiga pencarian dan evakuasi pada Ahad (1/6/2025). Sebanyak 716 orang dari berbagai satuan masih terus berikhtiar untuk menemukan enam korban hilang yang tampaknya tertimbun longsoran itu.


Longsoran gunung bermaterial kaolin itu memang menjadi bahan yang diperjualbelikan. Kaolin, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia VI, diartikan sebagai tanah liat lunak, halus, dan putih, terjadi dari pelapukan batuan granit, dijadikan bahan untuk membuat porselen atau untuk bahan campuran membuat kain tenun, kertas, karet, obat-obatan, dan sebagainya; tanah liat cina. Tanah itu pula yang menjadi bahas untuk membuat keramik dan bebatuan alam untuk bangunan.


Nahasnya, material yang mestinya menjadi sesuap nasi bagi mereka, justru mendatangkan malapetaka karena kedatangannya yang tak terduga. Bak air bah, tanah yang masih basah itu menggulung apa saja dan siapa saja yang berada di hadapannya, yang letaknya di kontur tanah yang lebih bawah.


Tak pelak, 31 orang menjadi korban dari peristiwa mengerikan itu dengan enam di antaranya berhasil selamat. Bukan saja manusia, sejumlah kendaraan truk dan alat berat pun dilalapnya hingga rusak berat.


Sidik, Tim Reaksi Cepat Informasi Bantuan Komunikasi Bencana, menyampaikan bahwa pencarian dihentikan pada Ahad (1/6/2025) siang dan akan dilanjut pada Senin (2/6/2025). Penghentian ini dilakukan karena terjadi sejumlah longsor susulan kecil. Saat NU Online berbincang dengannya, suara gemuruh dari atas terdengar dengan jelas. Menurutnya, itu menjadi tanda bakal adanya longsor.


Menurutnya, bisa ada lebih dari 100 orang yang turut mengais rezeki di area penambangan itu. Mereka bukan cuma pekerja perusahaan, tapi ada yang belanja, tukang muat, kuli, tukang batu, hingga pedagang. Tak aneh jika ada seorang pedagang yang menjadi korban.


Sidik yang juga warga sekitar tambang menyampaikan bahwa aktivitas penambangan sudah sedari dulu pada masa kerja paksa kolonial dilakukan dengan peralatan sederhana seperti godam dan pahat. Bebatuan hasil tambang itu digunakan untuk membuat jalan.


Hal demikian terus berlanjut. Dalam perkembangannya, masyarakat pernah menggunakan dinamit untuk meledakkan lereng-lereng itu sebelum kemudian dilarang.


"Ketika beberapa terjadi kecelakaan barulah ada warning. Ketika banyak bom pakai dinamit dilarang," ujarnya.


Setelah itu, barulah penambangan dilakukan dengan alat-alat berat. Dalam hal ini, aktivitas penambangan bukan lagi individu melainkan perusahaan.


Peristiwa longsor pernah terjadi di Gunung Kuda itu di tahun-tahun sebelumnya. Namun memang, peristiwa di akhir Mei 2025 lalu merupakan terbesar.

 

"Ini lebih parah masuk darurat bencana karena melebih 10 orang korban," ujarnya.


Kajian ilmiah potensi longsor Gunung Kuda
Sementara itu, Arya Dhiatama Santoso menulis bahwa Gunung Kuda pada lereng yang dikelola Kopontren Pesantren Al-Azhariyah memang memiliki potensi longsor hingga 100 persen. Pasalnya, tidak memenuhi kriteria minimum keamanan lereng yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Hal tersebut ia uraikan dalam skripsinya berjudul "Analisis Kestabilan Lereng Penambangan Batu Trass di Kopontren Al-Azhariyah Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (2022)". Skripsi itu ia pertahankan pada Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Dan Desain, Institut Teknologi Sains Bandung Bekasi.


"Dari hasil analisis yang dilakukan didapatkan nilai faktor keamanan lereng pada area  penelitian adalah 0.232. Berdasarkan  klasifikasi (KEPMEN ESDM NO 1827,2018) lereng yang dikategorikan aman jika FK≥1 dan lereng pada area penelitian termasuk dalam kategori lereng yang kritis atau akan terjadinya longsoran karena memiliki nilai faktor keamanan lereng dengan hasil analisis pada software probabilitas terjadinya  longsoran 100%," katanya.


Adapun potensi terjadinya jenis longsoran pada lereng yang ia teliti itu terdapat dua tipe, yaitu (1) longsoran plannar dan (2) longsoran toppling. 


Melalui karya ilmiahnya itu, Arya sudah menyarankan agar dilakukan pemodelan terhadap lereng tambang sehingga dapat mengetahui bentuk lereng dan dapat dianalisis terhadap lereng tersebut.


Tidak hanya itu, dalam mengurangi potensi longsor itu juga, Arya menyarankan perlu pemantauan dan pengawasan intens guna mengetahui gerakan pada batuan atau tanah yang terjadi akibat adanya aktivitas  penambangan di sekitar lereng.


"Maka dengan demikian apabila terjadi kemungkinan ketidakstabilan pada lereng dapat segera dilakukan upaya  untuk pencegahan dan perbaikan," tulisnya.


Arya juga sudah mengingatkan akan perlu adanya pembuatan peta zonasi rembesan air tanah dan peta hidrogeologi, mengingat terdapat adanya rembesan air yang keluar dalam kondisi kering atau cuaca cerah. 


"Untuk mencegah adanya kestabilan lereng dengan melakukan pit dewatering untuk mengontrol air yang akan masuk ke area penambangam, dengan menggunakan pompa untuk mengeluarkan airnya," tulisnya.


Melalui tulisannya itu, ia juga meminta agar perusahaan merapikan batuan gantung yang  berpontensi jatuh dan melengkapi alat  pelindung diri (APD) sesuai dengan regulasi yang berlaku. "Untuk menjaga kemanan dan keselamatan para pekerja  dalam kegiatan penambangan," pungkasnya.


Tambang ditutup
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menutup seluruh izin operasional pertambangan Gunung Kuda. Hal ini mengingat potensi bahayanya yang besar dan berulang kali disampaikan.


"Dinas ESDM sudah beberapa kali memberikan surat peringatan tentang bahaya pengelolaan tambang ini tetapi kan kalau langsung menghentikan kita tidak bisa maka tadi malam kami sudah mengeluarkan sanksi administrasi dalam bentuk penghentian izin atau pencabutan izin tambang ini," ujar Dedi sebagaimana dilansir melalui siaran pers Humas Pemerintah Provinsi Jawa Barat usai kunjungan ke lokasi pertambangan.


Tambang tersebut diketahui dikelola oleh tiga pihak, yakni sebuah koperasi pesantren dan dua yayasan. Ketiganya telah resmi ditutup sejak Jumat malam.

 

"Ketiganya sudah kami tutup tadi malam," ucapnya.