Nasional

Pilkada Serentak 2020, Potensi Politisasi Agama Perlu Diwaspadai Masyarakat

Ahad, 18 Oktober 2020 | 12:45 WIB

Pilkada Serentak 2020, Potensi Politisasi Agama Perlu Diwaspadai Masyarakat

Ilustrasi Pilkada. (Foto: Gatra)

Jakarta, NU Online

Dalam rangka menyongsong kontestasi politik Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember 2020 mendatang, Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation menyelenggarakan diskusi virtual, Sabtu (17/10) malam.


Diskusi yang mengusung tema Melihat Potensi Politisasi Agama di Pilkada 2020 itu dihadiri oleh sejumlah narasumber yaitu Pengamat Politik Kapitra Ampera, Ahmad Najib Burhani dari LIPI, dan Direktur Amir Machmud Center (AMC), Amir Machmud.


Dalam penyampaian materinya, Kapitra menjelaskan bahwa masyarakat harus mewaspadai potensi politisasi agama dalam Pilkada 2020 ini, sebagaimana yang pernah terjadi pada kontestasi-kontestasi politik sebelumnya.


Ia menyampaikan bahwa politisasi agama adalah mengeksploitasi slogan dan ayat agama untuk kepentingan politik. Tak ketinggalan ia juga berkomentar soal kemunculan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).


“Itu adalah gerakan politik kekuasaan yang di bungkus moral,” kata Kapitra.


Sementara Peneliti LIPI, Ahmad Najib Burhani, menyampaikan bahwa terdapat empat pola politisasi agama, yaitu pidato yang bernada politik identitas, ceramah provokatif di tempat ibadah, pemasangan spanduk tokoh dan pesan berbau SARA, dan terakhir adalah ujaran kebencian di media sosial.


Najib juga menyampaikan bahwa politik identitas berpotensi dilakukan oleh pasangan calon yang minim prestasi.


Menimpali apa yang sudah disampaikan pemateri sebelumnya, Amir Mahmud menyambung bahwa, politisasi agama adalah sesuatu yang terlarang secara agama, karena dapat mendistorsi kemurnian dan mengotori kesucian agama.


“Mengutip ayat dan mengusung simbol agama untuk kepentingan politik kekuasaan adalah sesuatu yang nista,” katanya.


Selaku penyelenggara, M. Najih Arromadloni menutup webinar ini dengan mengatakan bahwa acara ini adalah bentuk alarm kepada pemerintah dan masyarakat agar mengantisipasi dan meminimalisasi potensi terjadinya politisasi agama, karena dampaknya yang destruktif dan bertentangan dengan prinsip kebinekaan dan mempolarisasi masyarakat.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan