Nasional

Poblem di Papua Bukan Hanya HAM Sipil dan Politik, tapi juga HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Rab, 13 Desember 2023 | 12:00 WIB

Poblem di Papua Bukan Hanya HAM Sipil dan Politik, tapi juga HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Ketua PBNU, Ahmad Suaedy. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy mengatakan, pemenuhan hak asasi manusia (HAM) di Papua bukan saja  hak sipil dan politik, tetapi juga persamaan hak atas ekonomi, sosial dan budaya yang harus didapatkan dan diwujudkan pada masa pemerintahan yang akan datang. Suaedy merespons debat capres 2024, Selasa (12/12/2023) yang salah satunya menyoroti kasus HAM di Papua.


"Masalah mendasar yang harus dilakukan oleh pemerintah saya kira yang tidak disebut bahwa HAM itu bukan Hak sipil dan politik, tapi HAM itu hak ekonomi, sosial, dan budaya itu yang belum diperhatikan oleh pemerintah. Jadi pendekatannya harus HAM tapi ekonomi, sosial, dan budaya, di sana ada hak-hak," kata Suaedy, Rabu (13/12/2023) pagi di Jakarta.


Dalam penerapannya, Suaedy menyatakan sebagian besar masyarakat Papua menuntut agar mereka ikut memiliki saham ketika tanah mereka dibebaskan untuk perusahaan-perusahaan besar atau investasi. Ia mengungkit bahwa pembahasan mengenai hal ini belum dilakukan sama sekali, dan keadilan yang dibicarakan ketiga capres masih bersifat umum sehingga tetap menjadi isu besar. 


"Contohnya tuntutan sebagian besar masyarakat Papua untuk memiliki saham saat tanah dibebaskan untuk perusahaan besar atau investasi. Ini belum dibahas sama sekali, dan keadilan umum akan terus menjadi isu jika tidak ada pembahasan seperti itu. Bahkan Presiden Soeharto juga pernah mengatakan hal serupa. Namun, bagaimana implementasinya?" jelas Suaedy yang pernah meneliti konflik Aceh dan Papua dalam disertasinya.


Lebih lanjut, Suaedy menerangkan bahwa cakupan terhadap hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah memberikan pengakuan dan fasilitasi Ini mencakup pengakuan terhadap komunitas dan kolektivitas mereka, seperti pengakuan terhadap identitas suku dan pemimpin mereka.


Landasan hukum untuk hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus). Artinya, menurut Suaedy pemerintah harus secara aktif mengakui dan mendukung hak-hak ini agar komunitas dan kelompok sosial di Papua dapat merasakan dampak positif dari implementasi kebijakan tersebut.


"Implementasinya yang pertama adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya. Artinya, pengakuan dan fasilitasi terhadap komunitas dan kolektivitas mereka, seperti kolektivitas suku dan kepemimpinan, harus diakui, dan itu sudah diatur dalam UU Otsus," jelasnya.


Solusi dari capres

Capres Anies Baswedan menyampaikan solusi utama untuk mengatasi masalah di Papua adalah menuntaskan secara menyeluruh kasus-kasus pelanggaran HAM dan melibatkan dialog yang melibatkan partisipasi dari berbagai pihak. "Jadi tujuannya bukan semata-mata meniadakan kekerasan, damai itu bukan tidak ada kekerasan, damai itu keadilan," kata Anies.


Capres Ganjar Pranowo menjelaskan bahwa penegakan hukum di Papua tidak cukup untuk menangani konflik. Menurut dia, strategi penyelesaian konflik di Papua tetap memerlukan adanya dialog bersama. "Dialog menurut saya menjadi sesuatu yang penting agar yang ada di sana bisa duduk bersama menyelesaikan itu," kata Ganjar.


Capres Prabowo mengatakan Mendukung pendekatan dialog dan pemberian keadilan di Papua dalam penyelesaian isu Papua, Prabowo sepakat dengan pandangan capres nomor satu, Anies Baswedan, dan capres nomor tiga, Ganjar Pranowo. Hal itu disampaikan dalam debat pertama capres pilpres 2024 di KPU, Selasa (12/12/2023).


"Bener saya sangat setuju kita harus ada pendekatan dialog, bener ya, saya juga setuju harus berkeadilan," katanya.


"Bener sekali, harus ada keadilan, tetapi saya mau mengatakan tidak sesederhana itu. Ada faktor-faktor lain, faktor geopolitik, faktor ideologi, ini lah yang masalahnya tidak gampang," sambung Prabowo.

 

*) Judul berita ini telah direvisi pada Jumat, 15 Desember 2023, pukul 08.05 WIB.