Nasional

Prof Nadirsyah Hosen: Menyanyikan 'Indonesia Raya' Bukan Bidah

Sel, 21 September 2021 | 22:00 WIB

Prof Nadirsyah Hosen: Menyanyikan 'Indonesia Raya' Bukan Bidah

Ilustraso: Lagu 'Indonesia Raya' wujud ekspresi kecintaan terhadap tanah air.

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen menyentil anggapan terkait menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dianggap sebagian pihak sebagai bidah. Ia menjelaskan bahwa tiada yang salah dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

 

"Jadi, Indonesia Raya itu lagu kebangsaan. Diperdengarkan pada momen kebangsaan. Jadi kalau misalkan itu di upacara dan dia peserta upacara, ya dia harus menyanyi karena itu bagian dari upacara," jelasnya saat obrolan dengan Yenny Wahid melalui live Instagram, Senin (20/9/2021).

 

Gus Nadir prihatin adanya penghukuman terhadap haramnya menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga dianggap bidah. Kelompok yang berpandangan demikian juga menilai lagu tersebut bagian dari nasionalisme, sementara nasionalisme sendiri tidak ada dalilnya. Mereka juga menganggap itu bagian dari pemerintahan yang thagut.

 

"Ini yang jadi persoalannya kan di situnya, bukan sekadar mendengar lagunya. Tapi sikap politiknya yang jadi persoalan," ujarnya.

 

Karena itu, ia menyoroti sikap politiklah yang bermasalah. Ia berharap agar masyarakat bisa lebih sadar lagi dengan isu-isu terkait yang kerap kali ditumpangi kepentingan politik. 

 

"Jadi tolong dong, jangan ada politisasi radikal ini untuk kepentingan tertentu. Kita berhadapan dengan yang menari-nari di atas genderang isu ini. Kita harus aware," jelasnya

 

Yenny Wahid turut menimpali pendapat tersebut. Sikap yang mendikotomikan antara agama dan negara sungguh disayangkan. Menurutnya agama dan negara sangat bisa disinergikan dan berjalan beriringan. Laiknya pertanyaan terkait 'Pilih Al-Qur'an atau Pancasila?'

 

Ia menjelaskan bahwa hal demikian jelas berbeda. Tiada ditemukan jawaban, karena dari pertanyaannya pun sudah salah. "Nilai-nilai Pancasila ada semua dalam Al-Qur'an, jelas tidak bertentangan," ujarnya. 

 

Ia mengingatkan masyarakat agar tidak gampang menghakimi karena itu bisa terjadi pembelahan di tengah masyarakat kita. "Nilai yang kita yakini pasti beda. Setiap orang pasti punya nilai yang berbeda. Gimana caranya kita sebagai bangsa ini bisa memberikan ruang toleransi buat orang yang berbeda dengan kita, tapi jelas untuk sifat yang urusannya dengan kenegaraan, kita harus hormat, kita harus patuhi," imbuhnya. 

 

Indonesia Raya, cinta tanah air dan agama

Mengutip dari buku Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman disebutkan bermula saat dirinya membaca tulisan di majalah terbitan Solo, Jawa Tengah, bernama Timbul. Membaca tulisan tersebut, WR Soepratman termotivasi dan mulai menulis teks lagu Indonesia Raya. Lahir pada pertengahan tahun 1928, lagu tersebut pertama kali diperdengarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 tepatnya di Kongres Pemuda Indonesia II.

 

Peristiwa tersebut turut membangkitkan semangat bangsa Indonesia. Saat itu diputuskan lagu Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan Indonesia dan merupakan lagu resmi Indonesia yang wajib dinyanyikan saat upacara penting.

 

Selaras dengan yang tertuang dalam Al-Qur'an, Prof Quraish Shihab pada satu kesempatan menjelaskan bahwa cinta tanah air merupakan salah satu objek cinta yang diajarkan oleh Islam. Ia menjelaskan apabila seseorang  mencintai tanah airnya sendirimaka ia kan selalu menampakkan keindahan dan membangun tanah air. 

 

Anjuran mencintai tanah air tertuang dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah ayat 8 yang berbunyi, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik, memberi sebagian hartamu kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama atau mengusir dari Tanah Airmu.”

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan