Nasional

Santri Tutup Kuping dari Suara Musik Dianggap Radikal, KH Taufik Damas: Lebay

Kam, 16 September 2021 | 09:01 WIB

Santri Tutup Kuping dari Suara Musik Dianggap Radikal, KH Taufik Damas: Lebay

Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, KH Taufik Damas. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Menyikapi video sejumlah santri yang menutup kuping saat terdengar musik, Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Taufik Damas angkat bicara. Ia mengatakan bahwa terkait sikap santri pada video tersebut, masyarakat tidak perlu berasumsi secara berlebihan. 


“Kalau ada komentar terhadap video itu sebagai bentuk radikalisme, itu komentar yang lebay,” ujar Kiai Taufik pada NU Online, Kamis (16/9/2021). 


Hal ini Kiai Taufik menyampaikan lantaran hukum mendengar musik di kalangan ulama Islam sendiri beragam. Ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan memperbolehkan.

 

Beragamnya hukum mendengarkan musik, harusnya dapat mendorong tiap-tiap individu untuk bertoleransi. “Siapa yang memilih salah satunya, ya silakan, gitu,” ujarnya. 


“Siap hidup itu secara toleran, saling menghargai, dan tidak boleh dengan mudahnya mengklaim orang-orang tertentu dengan klaim radikal. Jangan kemudian video santri yang menutup kuping itu dianggap radikal,” kata Kiai taufik. 


Berkaitan dengan tindakan santri yang menutup kuping tersebut, Kiai Taufik menjelaskan bahwa di kalangan pesantren penghafal Qur’an, memang kerap kali diketahui tidak diperbolehkan mendengarkan musik. Ada keyakinan apabila mendengarkan musik dapat melemahkan kemampuan hafalan. 


Haram dan mubahnya musik

Sebagai penjelas, Kiai Taufiq mengutip QS Luqman ayat 6 sebagai salah satu landasan yang dijadikan ulama untuk mengharamkan musik. Ayat ini turun menceritakan adanya orang musyrik yang tidak suka Nabi berdakwah menyampaikan Al-Qur’an.

 

Salah satunya adalah Nadr bin Harits yang sengaja membeli buku-buku dongeng dari Persia, yang kemudian dibacakan untuk menandingi Al-Qur’an, supaya orang-orang tidak mau fokus menerima pesan-pesan kebaikan dari Nabi Muhammad. 


“Jadi ada sebagian orang yang memang membuat nyanyian, dongeng-dongeng untuk memalingkan kecenderungan orang dari mendengarkan Al-Qur’an,” terangnya.


Untuk yang memperbolehkan sendiri, kalangan sufi seperti Imam Al-Ghazali merupakan salah satu ulama yang berpendapat bolehlah musik untuk didengar. Dalam kitab Ihya Ulumiddin, ia mengkritik keras ulama yang mengharamkan musik. Begitu juga Dzunun Al Misri yang memperbolehkan musik, bahkan dia mengatakan musik adalah suara kebenaran yang membangkitkan hati manusia untuk menuju Allah.


“Selama kita mendengarkan musik hanya untuk hiburan, tentu tidak haram,” jelasnya.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa

Editor: Fathoni Ahmad