Nasional

Protokol Kesehatan Jadi Problem Krusial Jelang Pemungutan Suara Pilkada 2020

Sel, 24 November 2020 | 14:00 WIB

Protokol Kesehatan Jadi Problem Krusial Jelang Pemungutan Suara Pilkada 2020

Ilustrasi protokol kesehatan. (NU Online)

Jakarta, NU Online

Pandemi Covid-19 belum juga usai hingga kini. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satunya mengenai penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. 


Menanggapi itu, Ketua Badan Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Abhan memaparkan berbagai problem krusial (mendesak) jelang pemungutan suara pada 9 Desember mendatang. Hal ini didapatkan berdasarkan hasil pengawasan 50 hari tahapan kampanye sejak 26 September lalu. Beberapa di antara masalah krusial tersebut adalah soal protokol kesehatan yang masih jauh panggang dari api.


Sejumlah problem krusial itu yaitu terkait perangkat aturan perundangan-undangan yang belum tuntas, penegakan protokol kesehatan dalam pemungutan dan pemilihan suara, ketersediaan logistik dalam bentuk Alat Pelindung Diri (APD) di TPS, kesiapan SDM penyelenggara, saksi dan pengawas memastikan seluruhnya dalam keadaan sehat.


Selain itu, yang perlu diperhatikan berikutnya adalah pemenuhan hak pilih bagi masyarakat yang berstatus karantina atau pasien Covid-19. Kemudian antisipasi bagi pemilih yang menolak penggunaan masker, pengaturan TPS agar tetap aksibel dan memenuhi standar ukuran luar TPS karena penambahan TPS khusus untuk jaga jarak. 


Problem krusial lain yang tak kalah penting lainnya adalah penggunaan cairan pencuci tangan yang mengakibatkan mudah pudarnya tinta sebagai tanda pemilih. Lalu soal metode yang dilakukan pengawas pemilu untuk mengidentifikasi pemilih yang belum memiliki KTP elektronik tapi sudah berusia 17 tahun saat pemungutan suara. 


“Isu-isu krusial dari hasil pengawasan tahapan kampanye ini menjadi hal yang masih dibicarakan Bawaslu dalam melakukan pengawasan,” kata Abhan, seperti dikutip NU Online dari laman resmi Bawaslu RI, Selasa (24/11).


Menurutnya, hal tersebut harus segera dibahas bersama penyelenggara pilkada lainnya seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan dalam menjalankan tugas pengawasan.


Lebih jauh, Abhan mengatakan bahwa isu-isu krusial yang diungkapkan tersebut dapat memberikan preseden atau teladan buruk dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan sebuah harmonisasi penyelenggara dalam memahami isu-isu itu.


“Ini (isu-isu krusial) adalah potensi permasalahan yang dapat mengganggu pelaksanaan Pilkada 2020 nanti. Oleh karena itu, mari bersama untuk mencari solusi pencegahan untuk isu-isu krusial ini sehingga kita dapat melaksanakan tugas-tugas penyelenggara pemilu secara sinergi,” pungkas Abhan.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad