Nasional

Rais Syuriah PCINU Tiongkok: Islam China Tidak Seburuk yang Digambarkan

Kam, 18 Juli 2019 | 06:45 WIB

Rais Syuriah PCINU Tiongkok: Islam China Tidak Seburuk yang Digambarkan

Rais Syuriah PCINU Tiongkok KH Imron Rosyadi Hamid

Jakarta, NU Online
Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok, KH Imron Rosyadi Hamid mengungkapkan pandangannya terkait Islam China. Menurutnya, Islam China tidak negatif seperti diberitakan sejumlah media. Islam China suasana tidak jauh berbeda dengan konsep Islam Nusantara di Indonesia. 

Hal itu berdasarkan konstitusi pemerintah Tiongkok pasal 36 tahun 1949 bahwa setiap warga Negara China diperbolehkan mempercayai dan memeluk agamanya masing-masing berdasarkan keyakinanya. Tidak benar ada informasi terkait pelarangan ibadah di China sebab aktivitas ibadah tersebut sudah dijamin keamanannya. 

“Saya katakan bahwa konstitusi China clear, pasal 36 pemerintah menjamin memeluk agama dan ibadah rakyatnya,” kata Kiai Imron saat menjadi narasumber pada bedah buku ‘Islam Indonesia dan China; Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok’ di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Rabu (17/7) kemarin. 

Menurut pria kelahiran Malang, Jawa Timur ini, sepanjang pengalamanya tinggal di China, suasana Islam di China normal seperti negara pada umumnya. Di sana terdapat restoran halal, puasa berjalan aman dan kegiatan keagamaan lain yang tidak diganggu sama sekali seperti shalat Jumat dan shalat wajib lima waktu. 

“Kami merasa bersyukur bahwa ada peran NU dalam perimbangan informasi Islam China,” tuturnya. 

Bahkan di China, lanjut Kiai Imron, pada tahun 2013 sudah ada regulasi pemerintah yang mengatur mengenai perbaikan pelaksanaan ibadah haji. Hal itu menjadi bukti bahwa pemerintah China tidak diskriminasi terhadap warga muslim termasuk bagi pendatang seperti warga Indonesia. 

Sementara tahun 2019, juga ada regulasi yang mengatur bagaimana caranya agar masjid di negeri tirai bambu tersebut terlindungi dengan baik. Hal tersebut jelas menunjukkan ada nilai akomodatif yang dilakukan pemerintah Tiongkok sehingga informasi yang berkembang di Indonesia tidak seutuhnya benar. 

“Makanya santri-santri NU di sana menemukan Islam yang Rahamtan lil Alamin seperti di Indonesia,” ujarnya. 

Buku ‘Islam Indonesia dan China’ disusun anak-anak muda NU yang sedang belajar di China. Buku tersebut berbicara mengenai pengalaman keagamaan, keislaman, dan pendidikan, termasuk juga sosial, budaya, politik, ekonomi dan perkembangan teknologi .

Menurut Ketua PCINU Tiongkok, Nurwidiyanto tentu ada hal yang mempengaruhi mengapa hadits nabi menyinggung China sebagai tempat untuk mencari ilmu. Ia menduga, karena saat itu China sudah mengalami perkembangan teknologi yang maju dibanding negara-negara lain termasuk wilayah Arab. 

“Karena penemuan orang Tiongkok yang terkenal dan diketahui seperti mesin pembuatan kertas, ketika di Arab masih pelapah kurma di China sudah menggunakan mesin,” ucapnya. (Abdul Rahman Ahdori/Zunus)