Nasional

RUU Sumber Daya Air Harus Wujudkan Pengembangan Ekonomi

Rab, 31 Juli 2019 | 13:15 WIB

RUU Sumber Daya Air Harus Wujudkan Pengembangan Ekonomi

Diskusi publik tentang Air untuk Semua: Perspektif NU atas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air di Gedung PBNU lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (31/7).

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melihat adanya ketidakadilan dalam peruusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) yang diinisiasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu mengingat adanya semangat anti-industri, menutup ruang berkembangnya usaha baru masyarakat, dan terlalu over control oleh pemerintah hingga pada aspek pengelolaannya.

Wakil Ketua Umum PBNU H Mochammad Maksum Mahchfoedz mengungkapkan bahwa perlu pemetaan skala prioritas. Memang penggunaan domestik dan pertanian penting, tetapi hal tersebut tidak harus menafikan sektor industri yang membantu mengembangkan perekonomian.

Karenanya, ia menegaskan perlunya kejelian dalam perumusan ini agar tidak terjadi ketimpangan dan ketidakadilan atau bahkan menimbulkan konflik.
 
“Kalau petanya jelas, maka semuanya akan hidup, perekonomian akan hidup. Tidak akan ada yang dirugikan,” katanya pada diskusi publik bertema Air untuk Semua: Perspektif NU atas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air di Gedung PBNU lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (31/7).

Hal serupa disampaikan oleh Intan Fitriana Fauzi, anggota Komisi V DPR RI. Ia mengungkapkan bahwa hak rakyat atas air harus diutamakan dengan tetap memperhatikan kelestarian hidup juga tanpa menafikan akses bagi perusahaan.

“Jika ada ketersediaan air, bukan hanya kebutuhan pokok minimal, tapi juga dunia usaha baik sarana prasarana sampai air minum dalan kemasan (AMDK). Kita juga harus memperhatikan dunia usaha, industri,” katanya.

Di samping itu, bicara wilayah sungai kota dan kabupaten lainnya juga harus diketahui sehingga perlu ada sinkronisasi mengingat adanya perizinan dan sebagainya.

Intan bertekad merampungkan RUU SDA ini sebelum masa jabatan habis pada Oktober 2019 nanti. “Kami akan menyelesaikan sebelum masa periode DPR berakhir,” pungkasnya.

Pentingnya Pengelolaan dan Konservasi

Sementara itu, Kepala Geologi Kementerian ESDM Rudi Suhendar mengungkapkan bahwa pengelolaan air sangat penting. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ia menyampaikan bahwa ada 69 persen kebutuhan air bersih masih menggunakan air tanah.

Prinsipnya, jelas Rudi, UU ini mengatur tentang pengelolaan air yang diawali dengan inventarisasi. Kementerian ESDM, menurutnya, telah menerbitkan 400-an cekungan tanah. Dalam pengelolaannya, ada lintasprovinsi, kabupaten, dan intrakabupaten.

“Yang penting adalah konservasinya karena kita bertanggung jawab untuk generasi kita di kemudian hari,” jelasnya.

Kementerian ESDM tidak ingin berat sebelah dalam pengelolaannya. Artinya, harus ada keseimbangan, baik pemanfaatan, konservasi, dan eksplorasi. “Ini menjadi fokus kita dalam pengawasan dan pengelolaan. Peran masyarakat sudah cukup banyak,” katanya.

Rudi juga mengungkapkan bahwa pengelolaan air tanah dan air permukaan berbeda. Jika air tanah batasnya cekungan, sementara air permukaan itu sungai. “Itu yang menjadi konsen semua supaya keberlangsungan potensi air selalu harus ada,” pungkasnya. (Syakir NF/Fathoni)