Nasional

Saat Ketum PBNU Bicara Filosofi Kopi 

Ahad, 16 Agustus 2020 | 17:15 WIB

Saat Ketum PBNU Bicara Filosofi Kopi 

Ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Di sela-sela perjalanannya, Ahad (16/8), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj bersama keluarga mampir di sebuah warung. Langsung saja kiai asal Cirebon, Jawa Barat ini memesan satu gelas kopi hitam. 

 

Dalam obrolannya, Kiai Said lantas bicara terkait filosofi kopi. Kopi sendiri bagi warga NU merupakan kudapan yang tidak boleh dilewatkan, apalagi saat belajar, saat menghafal pelajaran maupun saat mengobrol santai bersama keluarga dan teman-teman.

 

Kiai Said mengatakan, kopi merupakan minuman sepanjang masa, sejak peradaban Bangsa Arab dimulai kemudian menyebar ke Yunani, Eropa dan Asia Tengah. Biji kopi dalam Bahasa Arab disebut Al-Bunn, sementara kudapan kopi disebut Al-Kohwah. 

 

Kiai Said menceritakan, dulu ada seorang penggembala kambing pada Bangsa Arab yang tertidur saat menggembala. Ketika bangun tidur, kambing-kambingnya beringas. Si anak langsung mencari-cari apa penyebabnya, setelah ditelusuri, ternyata kambing gembalaan anak tersebut telah mengkonsumsi biji Al-Bunn. 

 

Menurut Kiai Said biji kopi yang dikenal Bangsa Arab kala itu hingga saat ini memang memiliki manfaat penambah semangat bagi yang mengonsumsinya. Karena itu wajar jika saat ini kopi menjadi kudapan favorit oleh semua usia termasuk oleh orang tua seperti Kiai Said. 

 

Alumnus Pesantren Krapyak Yogyakarta ini merinci, diantara manfaat kopi bagi yang mengonsumsinya adalah memberikan semangat baru, mengaktifkan syaraf, menambah kecerdasan dan menambah kepekaan. 

 

"Ketika orang itu sudah letih, sudah lelah, baik lelah fisik, lelah berfikir ketika minum kopi akan kembali menjadi fresh dan segar kembali," kata Kiai Said saat berbincang santai.

 
Tidak hanya itu kudapan kopi ternyata juga minuman para sufi. Menurut Kiai Said, agar ahli tasawuf dan tarekat tersebut bisa terus berdzikir dengan waktu yang Panjang mereka minum kopi. Kegiatan dzikir pun akhirnya bisa berjalan sampai dini hari tanpa rasa kantuk. Tradisi itu kemudian diwariskan kepada santri di pesantren, para santri di pondok pesantren minum kopi untuk menghindari kantuk saat belajar atau saat menghafal kitab-kitab kuning. 

 

"Seperti saya juga dulu waktu mesantren di Lirboyo dan Kerapyak. Baik itu menghapal atau memahami pelajaran akan selalu fresh cerdas tidak lesu maka ditemani oleh beberapa cangkir kopi. Berkat saya belajar dengan ditemani secangkir kopi saya bisa menguasai pelajaran, bisa memahami pelajaran, menghafal kitab-kitab wajib seperti Qur'an, Alfiyah Ibnu Maliki," tutur Kiai Said.  

 

Tidak terkecuali saat belajar di Pesantren Lirboyo Kiai Said selalu menyiapkan kopi untuk menemani kegiatan belajarnya. Bahkan, saat menyusun disertasi di Ummul Qurra Saudi Arabia, Kiai Said tidak pernah lupa minum kopi agar tugasnya tersebut cepat selesai.

 

"Artinya, pengalaman saya sendiri membuktikan bahwa kopi bisa menambah kecerdasan menambah kepekaan, mempertajam pemahaman karena syarafnya menjadi segar, syarafnya menjadi aktif," ungkapnya. 

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan