Nasional Harlah Ke-88 NU

Santri Mesti Paham Sejarah Bangsa

Sen, 3 Februari 2014 | 02:00 WIB

Solo, NU Online
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-NU) Kota Surakarta, Jawa Tengah, menggelar acara diskusi di Kantor Pengurus Cabang NU Kota Surakarta, Jumat (31/1) malam. Diskusi ini digelar, dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) NU ke-88.
<>
Dalam acara yang bertema “NU dengan Semangat Kebangsaan Menuju Indonesia Bermartabat” tersebut menghadirkan beberapa pembicara yakni, A’wan Syuriyah PCNU Kabupaten Sukoharjo Ahmad Hafidh, budayawan Sri Eko Sapta Wijaya (Galgendu)  dan Winarso.

Dalam sesi diskusi, budayawan Kota Solo Sri Eko Sapta Wijaya memberikan pandangan bahwa sebagai kaum santri, warga Nahdliyin semestinya paham akan sejarah bangsa.

“Santri jangan hanya paham sejarah Arab atau Timur Tengah, tapi juga harus paham sejarah leluhur bangsa. Sejarah Indonesia bisa meningkatkan nasionalisme,” tukas mantan Ketua Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) tersebut.

Sementara itu, Ahmad Hafidh memaparkan sejarah NU sebagai organisasi yang mengayomi serta menjadi pemersatu bangsa. ”Ini dibuktikan di antaranya sejak berdirinya dan menjelang kemerdekaan, dengan setuju penghapusan tujuh kata pada sila kesatu,” paparnya.

Menurut Hafidh, wawasan kebangsaan dalam NU ini semakin dikuatkan dengan menerima Pancasila sebagai asas tunggal.

Sedangkan Winarso menambahkan pendapat sesuai tema yang diangkat, yakni tentang bangsa yang bermartabat. Menurutnya untuk menjadi bangsa yang bermartabat haruslah memiliki tiga syarat. “Pertama berdaulat dalam ideologi, kedua berdikari dalam ekonomi dan terakhir berkepribadian dalam berbudaya,” terangnya. (Ajie Najmuddin/Mahbib)

Harlah NU Ke-88

Santri Mesti Paham Sejarah Bangsa

Solo, NU Online

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-NU) Kota Surakarta, Jawa Tengah, menggelar acara diskusi di Kantor Pengurus Cabang NU Kota Surakarta, Jumat (31/1) malam. Diskusi ini digelar, dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) NU ke-88.

Dalam acara yang bertema “NU dengan Semangat Kebangsaan Menuju Indonesia Bermartabat” tersebut menghadirkan beberapa pembicara yakni, A’wan Syuriyah PCNU Kabupaten Sukoharjo Ahmad Hafidh, budayawan Sri Eko Sapta Wijaya (Galgendu)  dan Winarso.

Dalam sesi diskusi, budayawan Kota Solo Sri Eko Sapta Wijaya memberikan pandangan bahwa sebagai kaum santri, warga Nahdliyin semestinya paham akan sejarah bangsa.

“Santri jangan hanya paham sejarah Arab atau Timur Tengah, tapi juga harus paham sejarah leluhur bangsa. Sejarah Indonesia bisa meningkatkan nasionalisme,” tukas mantan Ketua Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) tersebut.

Sementara itu, Ahmad Hafidh memaparkan sejarah NU sebagai organisasi yang mengayomi serta menjadi pemersatu bangsa. ”Ini dibuktikan di antaranya sejak berdirinya dan menjelang kemerdekaan, dengan setuju penghapusan tujuh kata pada sila kesatu,” paparnya.

Menurut Hafidh, wawasan kebangsaan dalam NU ini semakin dikuatkan dengan menerima Pancasila sebagai asas tunggal.

Sedangkan Winarso menambahkan pendapat sesuai tema yang diangkat, yakni tentang bangsa yang bermartabat. Menurutnya untuk menjadi bangsa yang bermartabat haruslah memiliki tiga syarat. “Pertama berdaulat dalam ideologi, kedua berdikari dalam ekonomi dan terakhir berkepribadian dalam berbudaya,” terangnya. (Ajie Najmuddin/Mahbib)