Nasional

Santri Perlu Pahami Literasi untuk Aktualisasikan Kitab Kuning

Ahad, 27 Agustus 2023 | 13:00 WIB

Santri Perlu Pahami Literasi untuk Aktualisasikan Kitab Kuning

Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Abdullah Aniq Nawawi (Gus Aniq) (Foto: Tangkapan layar Youtube Mansajul Ulum Media)

Pati, NU Online
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Aniq Nawawi (Gus Aniq), mengutip dari Gus Ulil Abshar Abdalla mengataka, NU selamanya tidak akan mungkin lepas dari turats (kitab-kitab kuning). Hal terpenting saat ini, bagaimana agar turats bisa menjawab tantangan zaman dan diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.


Gus Aniq menjelaskan, untuk mengaktualisasikan turats dapat dilakukan melalui tradisi literasi. Turats yang dikaji bisa menjadi solusi kemudian diviralkan, seperti membahas pencemaran lingkungan.


"Misalkan dalam kitab Bulughul Maram, kita dilarang untuk mengencingi air yang diam atau tidak mengalir. Pemahaman masa lampau akan hal tersebut, kencing di air yang diam akan menjadikan air tersebut najis. Tapi pemahaman masa kini, air yang diam bila dikencingi akan mejadi tercemar," ujarnya saat menjadi pemateri Seminar Nasional yang bertema Aktualisasi Turats Pesantren Melalui Budaya Literasi Santri yang bertempat di Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Cebolek, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, Sabtu (26/8/2023).

 

Contoh lainnya terkait masalah aktual, dalam persoalan sampah dan pengelolaannya. "Dalam kitab Bulughul Maram, Nabi pernah mendapati para sahabat yang hendak membuang sebuah bangkai. Namun Nabi melarangnya, karena bangkai  walaupun najis tapi setelah disucikan kulitnya bisa disamak," ujarnya.

 

Gus Aniq menegaskan, para santri NU adalah duta NU dan pesantren, berkewajiban agar turats-turats yang dikaji dapat menjadi solusi dan didengar oleh masyarakat umum serta menjadi sumbangsih untuk masyarakat.


"Kuncinya turats harus didialektikakan dengan realita yang ada. Maka kuncinya santri harus melek literasi," tambah Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko ini.


Aktualisasi Turats dalam Tradisi Literasi dan Sastra Pesantren
Dosen Sastra UIN Syarif Hidayatullah, Jamal D Rahman turut memaparkan terkait aktualisasi Turats Pesantren Melalui Budaya Literasi Santri. Menurutnya, banyak orang yang memahami wahyu pertama hanya terkait iqra (membaca) tanpa dikaitkan dengan qalam (pena/menulis). Padahal, kata dia, secara eksplisit Al-Qur'an menyuruh iqra, tapi juga qalam atau menulis, secara implisit. 


Jamal menyebut, tradisi baca tulis (literasi) merupakan tradisi yang diwariskan oleh para ulama. Pesantren tidak hanya mewarisi  tradisi rohani saja namun juga sastrawi. Santri mewarisi baca tulis (literasi) sastrawi dengan membaca puisi-puisi atau syair-syair seperti Alfiyah, Imriti, Burdah, shalawat-shalawat dan lain sebagainya.


"Pesantren punya tradisi literasi yang diajarkan massayikh yakni dengan adanya tradisi menghapal syair-syair atau puisi-puisi," ujarnya.


Jamal mengungkapkan bahwa literasi pesantren tidak dapat dilepaskan dari sastra pesantren. "Ada tiga hal terkait sastra pesantren. Pertama, sastra pesantren itu hidup di pesantren baik dalam bahasa Arab, daerah dan Indonesia. Kedua, sastra berbahasa Indonesia yang ditulis orang berlatar belakang pesantren seperti puisi, cerpen novel dan lain sebagainya. Ketiga, disebut sastra pesantren karena karya tersebut membahas tentang tema pesantren walaupun ditulis oleh orang luar pesantren," lanjutnya


Sebelumnya, Pengasuh Pondok Pesantren Mansajul Ulum, KH Muhammad Liwauddin, memberikan motivasi kepada para santri yang hadir. Dulu, sahabat Abu Bakar melarang untuk menulis Al-Qur'an, karena takut umat Islam malas menghapal. Tapi Sahabat Umar bin Khattab justu punya khawatiran lain, ia takut kalau umat Islam nanti mulai malas menghapal Al-Qur'an, generasi selanjutnya tidak hapal Al-Qur'an, alhasil kitab suci tersebut sirna.

 

"Maka di sini pentingnya santri harus menulis," imbuh Kiai Liwauddin