Nasional

Sarbumusi NU Desak Pemerintah Perang Lawan Praktik Pekerja Anak

Sen, 12 Juni 2023 | 18:00 WIB

Sarbumusi NU Desak Pemerintah Perang Lawan Praktik Pekerja Anak

Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPP K-Sarbumusi), Irham Ali Saifuddin. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPP K-Sarbumusi), Irham Ali Saifuddin mendesak pemerintah untuk serius dalam perang melawan praktik pekerja anak di Indonesia.


Sebab, kata Irham, praktik pekerja anak di Indonesia jumlahnya masih sangat tinggi. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mencatat hingga saat ini masih ada 160 juta pekerja anak di dunia.


"Ini berarti dalam setiap 10 anak di dunia, 1 di antaranya adalah pekerja anak," kata Irham melalui keterangan tertulis kepada NU Online, Senin (12/6/2023). Pernyataan ini diungkapkan Irham sebagai refleksi dari Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh pada setiap tanggal 12 Juni.


Irham menambahkan, saat ini ada sekitar 345 ribu anak yang berstatus dipekerjakan. Menurutnya, hal itu sebagai tantangan serius yang harus segera dituntaskan oleh pemerintah.


"Indonesia juga masih menghadapi masalah pekerja anak yang harus dituntaskan. Saat ini masih ada 345 ribu pekerja anak di Indonesia," sambungnya.


Untuk itu dalam peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, Irham meminta pemerintah untuk berkontribusi dalam melawan praktik pekerja anak.


"Indonesia harus berkontribusi dalam perang melawan praktik pekerja anak dan bersama masyarakat internasional mewujudkan dunia bebas pekerja anak dalam segala bentuk sebagaimana dituangkan dalam tujuan SDGs (pembangunan berkelanjutan) 8.7," tandasnya.


Tujuan pembangunan berkelanjutan yang diadopsi oleh para pemimpin dunia pada tahun 2015, mencakup komitmen global yang diperbarui untuk mengakhiri pekerja anak. Secara khusus, target 8.7 dari tujuan pembangunan berkelanjutan menyerukan kepada komunitas global untuk mengambil tindakan dan memberantas perbudakan modern. 


"Mengambil tindakan segera dan efektif untuk memberantas kerja paksa, mengakhiri perbudakan modern dan perdagangan manusia serta menjamin pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak-anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri pekerja anak dalam segala bentuknya,” demikian bunyi tujuan pembangunan berkelanjutan target 8.7.


Sebagai informasi, ILO meluncurkan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak pada 2002 untuk memusatkan perhatian pada tingkat global pekerja anak dan tindakan serta upaya yang diperlukan untuk menghapusnya. 


Setiap tahun pada tanggal 12 Juni, Hari Dunia Menentang Pekerja Anak menyatukan pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, masyarakat sipil, serta jutaan orang dari seluruh dunia untuk menyoroti penderitaan pekerja anak dan apa yang dapat dilakukan untuk membantu mereka.


Dilansir situs web PBB, saat ini di seluruh dunia terdapat sekitar 218 juta anak pekerja yang sebagian besar bekerja penuh waktu. Mereka tidak pergi ke sekolah dan memiliki sedikit atau tidak ada waktu untuk bermain. 


Banyak yang tidak menerima nutrisi atau perawatan yang tepat. Mereka ditolak kesempatan untuk menjadi anak-anak. Lebih dari separuh dari mereka terpapar pada bentuk-bentuk terburuk pekerja anak seperti bekerja di lingkungan berbahaya, perbudakan, atau bentuk kerja paksa lainnya, kegiatan terlarang termasuk perdagangan narkoba dan prostitusi, serta terlibat dalam konflik bersenjata.


Konvensi Usia Minimum ILO Nomor 138, Konvensi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Nomor 182, dan Program ILO tentang Pekerja Anak (IPEC) memuat prinsip-prinsip guna mencapai penghapusan pekerja anak. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad