Nasional

Sarjana NU Perlu Isi Ruang Publik dengan Narasi Islam Moderat

Rab, 2 Desember 2020 | 12:20 WIB

Sarjana NU Perlu Isi Ruang Publik dengan Narasi Islam Moderat

Menurut Kholid, masyarakat Islam harus terbuka dan mengakui bahwa memang ada elemen-elemen ajaran Islam yang sangat rentan untuk disalahtafsirkan. (Fotot: dok NU Online)

Jakarta, NU Online
Selain penegakan dan pelibatan ulama moderat, para sarjana Nahdlatul Ulama pun mesti ambil peran untuk menangkal terorisme di negeri ini. Caranya adalah dengan memproduksi gagasan, narasi, dan mengisi ruang publik dengan wacana wasathiyah Islam.

 

“Sehingga tunas-tunas baru muslim yang ingin mengenal Islam tidak mengenalnya dari tangan mereka atau simpatisannya. Tapi mengenal Islam dari narasi besar atau mainstream Islam moderat yang ada di Indonesia, di bawah NU dan Muhammadiyah,” ungkap Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) M Kholid  Syeirazi, kepada NU Online, Selasa (1/12).

 

“Jadi kita tidak boleh letih untuk memproduksi gagasan dalam rangka melakukan kontranarasi terhadap narasi ekstremis Islam itu,” lanjutnya.

 

Menurut Kholid, masyarakat Islam harus terbuka dan mengakui bahwa memang ada elemen-elemen ajaran Islam yang sangat rentan untuk disalahtafsirkan. Karena itu, radikalisme dan terorisme terkadang lahir dari teks Al-Qur'an sebagai legitimasi dari perbuatannya.

 

“Jadi kita harus jujur kepada diri kita sendiri bahwa ada elemen-elemen di dalam nash (teks suci) yang kalau tidak ditafsirkan ulang dalam konteks kebangsaan, maka Islam akan terus dinarasikan dengan wacana-wacana bughot atau pemberontakan. Seolah-olah kalau kita berislam akan menjadi sulit untuk berintegrasi dengan negara,” jelas Kholid.

 

Ia menyebut bahwa gerombolan orang di Indonesia yang belakangan ini kerap membuat keramaian di ibu kota adalah kelompok yang mengusung hukum Allah. Kemudian mereka merasa tidak wajib mengikuti aturan negara karena menganggap sudah berada di atas aturan negara. 

 

“Itu narasi khawarij dan harus diperangi. Ideologi khawarij sampai sekarang masih ada,” tegas Kholid.

 

Kelompok yang berideologi khawarij itu, kini, menjadi musibah bagi umat Islam. Bahkan, kata Kholid, Nabi Muhammad juga pernah menyatakan bahwa mereka adalah musibah di akhir zaman. 

 

“Dalam sebuah hadits dikatakan, mereka itu adalah orang yang muda usia dan mengucapkan sebaik-baiknya perkataan manusia yaitu membaca kitabullah (Al-Qur'an), tapi tidak sampai pada kerongkongan. Mereka kemudian keluar dari agama sebagai seperti keluarnya anak panah dari busurnya,” tutur penulis buku Wasathiyah Islam ini.

 

Terakhir ia berpesan bahwa moderasi dalam beragama sangat penting untuk dilakukan agar hidup dan kehidupan menjadi baik. Moderasi, katanya, berarti tidak boleh berlebih-lebihan. Semua hal harus dilakukan secara proporsional atau sesuai dengan kadar masing-masing.

 

“(Moderasi) itu wajar-wajar saja, ibadah wajar-wajar saja. Kapan waktunya kita menjadi muslim dan kapan waktunya kita menjadi manusia itu harus imbang,” katanya.

 

Seseorang juga harus tahu porsi atau peran ketika menjadi seorang kepala keluarga dan bagaimana porsi ketika menjadi warga negara. Hal tersebut mesti diperhatikan secara proporsional. 

 

“Itulah wasathiyah Islam (moderasi Islam) aplikasinya dalam konteks wathaniyah (kebangsaan),” pungkasnya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan