Nasional DOKTOR KEHORMATAN

Sejak Reformasi, Nyai Sinta Nuriyah Semai Perdamaian di Bumi Pertiwi

Rab, 18 Desember 2019 | 05:30 WIB

Sejak Reformasi, Nyai Sinta Nuriyah Semai Perdamaian di Bumi Pertiwi

Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid usai menerima penganugerahan doktor kehormatan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12). (Foto: Dok. istimewa)

Jakarta, NU Online
Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid sudah puluhan tahun berjuang menyemai perdamaian di Indonesia. Tak ayal, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menganugerahinya gelar doktor kehormatan bidang Sosiologi Agama, Rabu (18/12).

Sejak 1998, Nyai Sinta sudah memulai kerja-kerja perdamaian. Sebab, pada tahun tersebut, Indonesia diuji dengan berbagai konflik antargolongan, seperti yang terjadi di Ambon, Poso, dan Sampit. Hal itu dilakukannya dengan menggelar sahur keliling tiap Ramadhan di berbagai kota.

“Kerja perdamaian ditunjukkan oleh promovenda dengan mengadakan kegiatan Sahur Keliling setiap bulan puasa, berkeliling antarkota untuk menyemai gagasan perdamaian. Hal ini sudah promovenda lakukan sejak tahun 1998. Berarti sudah sekitar 22 tahunan,” kata Ema Marhumah, ketua promotor, saat menyampaikan pidatonya.
 

Kegiatan tersebut, kata dia, melibatkan banyak elemen masyarakat antaragama, aliran kepercayaan, dan golongan. Mereka berkumpul bersama dan memupuk solidaritas untuk perdamaian. Sahur keliling itu telah menjadi ruang perjumpaan lintas agama, budaya, dan golongan. Menurutnya, hal itu merupakan suatu kegiatan penting untuk menyemai perdamaian, toleransi, dan hidup bersama dalam bingkai NKRI yang berlandaskan Pancasila ini.
 
Sebagai perempuan yang aktif berjuang dalam isu perdaimaian, toleransi, dan pluralisme, Nyai Sinta lebih mengedepankan pendekatan ‘feminitas’ seperti, nirkekerasan (non-violence), kelembutan, lebih banyak mendengarkan, dan menghidari adanya konflik.

“Di sinilah, promovenda mendorong perempuan untuk terlibat aktif dalam kerja-kerja perdamaian, menjadi aktor perdamaian,” kata guru besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sunan Kalijaga itu.

Baca juga: Dua Jalan Perjuangan Nyai Sinta Nuriyah untuk Perempuan

Bagaimana perempuan berperan aktif sebagai aktor dalam menyemai perdamaian dan pluralisme menjadi hal genuine dari sosok perempuan kelahiran Jombang, 8 Maret 1948 itu.

“Yang menarik dan genuine dari perjuangan promovenda di bidang ini ialah bagaimana perempuan juga harus terlibat sebagai aktor yang secara aktif menciptakan kerja-kerja perdamaian antar agama, aliran kepercayaan, ras, etnis, dan golongan,” jelas Ema.

Ia juga menjelaskan bahwa bagi Nyai Sinta, keberagaman merupakan sunnatullah. Karenanya, ia bersikap pluralis berarti sesuai dengan sunnatullah. “Inilah esensi kehidupan di tengah keberagaman sebagai fakta kehidupan yang tak mungkin kita tolak,” pungkasnya mengutip pernyataan Nyai Sinta.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori