Nasional

Sekjen PBNU: Perlu Kreativitas dan Inovasi dalam Membumikan Pancasila

Sab, 29 Mei 2021 | 23:00 WIB

Sekjen PBNU: Perlu Kreativitas dan Inovasi dalam Membumikan Pancasila

Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini (Foto: Instagram @ahmadhelmyfaishalzaini)

Jakarta, NU Online
Peran penting Pancasila dalam dunia pendidikan sangat diperlukan sebagai upaya membangun jiwa nasionalis dan bermoral. Sebagai pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam pendidikan diharapkan peserta didik dapat menyerap dan membumikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.


Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Sekjen PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19, perlu adanya kreativitas dan inovasi guna membumikan Pancasila agar metodologinya sampai ke para pelajar.


"Sebagai metode ajar, Pancasila sendiri dalam rekonsiliasi kesejarahan ingin mengalami sebuah dinamika yang luar biasa, hal itu adalah sebuah keniscayaan," katanya dalam galawicara bertema Urgensi Pancasila Masuk dalam Kurikulum di sebuah stasiun televisi swasta, Jumat (28/5) malam.


Dalam situasi pandemi yang pada dasarnya juga berkaitan dengan era revolusi 4.0 atau digital, Sekjen PBNU mengatakan, strategi paling baik adalah menghadirkan narasi di tengah masyarakat dalam maraknya gempuran ideologi yang menggoda Pancasila untuk dalam tanda kutip 'apakah Pancasila bisa menjawab berbagai macam tantangan yang sangat dinamis ini!'.


Oleh sebab itu, segala upaya yang dianggap efektif untuk membumikan Pancasila sebagai ajaran dan nilai harus ditempuh baik dalam industri 4.0 maupun berbagai macam kreasi yang dimungkinkan.


Menurut dia, jika kita melihat dan menilik dari sila yang ada, pada sila pertama hingga kelima secara idealistik sudah dibumikan dan sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat.


"Pancasila juga sebagai jawaban bahwa kita merupakan negara yang masyarakatnya beragama, tanpa harus kita menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara agama," ungkapnya.


Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dia, telah menuntaskan apa yang disebut sebagai relasi agama dan negara, bahwa agama dengan negara tak lagi perlu dipertentangkan.


Justru Indonesia sebagai negara yang kita kenal memiliki sebuah budaya yang luar biasa, yaitu menjadikan nilai agama ini sebagai spiritual dalam kebangsaan. Maka apa yang disampaikan oleh Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari pada 1914, bahwa hubbul wathan minal iman (Cinta Tanah Air) itu merupakan bagian dari iman, bagian dari perintah agama.


Demikian pula sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita semua saling membantu untuk saudara-saudari kita yang mengalami kesulitan. Di Palestina misalnya, dalam menghadapi suatu masalah, kita juga turut memberikan bantuan.


Lalu pada sila ketiga Persatuan Indonesia, hal ini sudah tidak lagi diragukan lagi bahwa kita berbeda suku, adat istiadat, akan tetapi tetap satu jua.


Ke depan, bukan hanya di dalam pendidikan formal melalui kurikulum saja, sebab berdasarkan survei sebanyak 65% penduduk Indonesia akan dipenuhi oleh generasi milenial.


Oleh sebab itu, yang paling utama adalah diperlukannya konten dan narasi yang dimungkinkan mudah dimengerti, sekaligus tentu bagi generasi milenial. Sesuatu yang dapat dinikmati sebagai sebuah informasi yang mudah.


"Kita berharap, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menjadi garda terdepan dalam upaya membumikan Pancasila berhasil melakukan langkah-langkah yang sangat kreatif dan inovatif," tuturnya.


Kontributor: Disisi Saidi Fatah
Editor: Musthofa Asrori