Nasional

Gus Miftah Ingatkan Kader PMII Tidak Kehilangan Karakter Pesantren

Ahad, 18 April 2021 | 04:00 WIB

Gus Miftah Ingatkan Kader PMII Tidak Kehilangan Karakter Pesantren

KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) meminta kepada para kader, pengurus, dan anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk tidak kehilangan jati diri dalam memegang teguh karakter pesantren dan paham Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja), serta ideologi Pancasila. Terlebih di mana para kader bergerak yakni di kampus.


"Kenapa hari ini, kampus-kampus di Indonesia banyak dimasuki, bahkan organisasi kemahasiswaannya, itu rata-rata disusupi oleh orang-orang Wahabi-Salafi bahkan lebih dari itu HTI misalnya," tanyanya saat peringatan Harlah Ke-61 PMII yang dilakukan secara daring dan luring dan dipusatkan di Kantor PB PMII, Jakarta, Sabtu (17/4).


Fenomena ini menurut Gus Miftah terjadi karena para mahasiswa PMII belum bisa menunjukkan jati dirinya, karakter, dan cirinya sebagai Ahlussunah wal jamaah di kampus. Banyak yang lebih memfokuskan kajian pada pemikiran-pemikiran non-pesantren.


"Sehingga khazanah-khazanah pesantren yang seharusnya kita pertahankan di perguruan-perguruan tinggi, bahkan kita syiarkan, lambat laun sirna, bahkan kalah dengan kelompok-kelompok ‘minhum’ (mereka)," ungkapnya.


Jika hal ini terus terjadi, maka tak heran jika kampus-kampus yang ada di Indonesia dikuasai kelompok-kelompok lain. Oleh karenanya ini menjadi pekerjaan rumah (PR) internal PMII untuk lebih mensyiarkan nilai-nilai Aswaja dan pesantren di kampus.


Terkait pemahaman keagamaan di Indonesia, Gus Miftah mencatat ada empat golongan besar yang saat ini ada di Indonesia. Yang pertama adalah mereka yang dalam pemahaman Islamnya menganut Aswaja dan dalam bernegaranya menggunakan ideologi Pancasila. Menurutnya golongan ini yang paling ideal untuk hidup dan tinggal di Indonesia.


Golongan kedua adalah yang berpaham Aswaja namun konsep dalam bernegaranya menggunakan sistem khilafah. Golongan ini menurutnya sangat menipu karena amaliah ibadah kesehariannya sama seperti umumnya yang dilakukan umat Islam di Indonesia, namun tidak berideologi Pancasila.


Golongan ketiga adalah golongan yang bukan Aswaja seperti Salafi-Wahabi tetapi dalam bernegaranya masih menggunakan ideologi Pancasila. Sementara golongan keempat, yang menurut Gus Miftah paling gampang ditandai, adalah golongan yang paham keagamaannya non-Aswaja dan konsep bernegaranya menggunakan khilafah.


Terkait gampangnya masyarakat Indonesia terpengaruh oleh paham-paham keagamaan baru yang bermunculan saat ini, Gus Miftah meniliai ini disebabkan oleh pemikiran warisan penjajahan. Ia mencontohkan saat orang Indonesia bertemu dengan orang bule maka akan mengira orang tersebut pintar. Bertemu dengan orang China akan mengira orang tersebut kaya dan bertemu orang Arab akan mengira orang shaleh dan pintar agama.

 

Padahal, menurut pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta ini, penilaian ini tidaklah benar semua. Faktanya banyak orang bule tidak mesti pintar, orang China tidak mesti kaya, dan orang Arab tidak mesti shaleh.


Sehingga Gus Miftah mengingatkan kembali para kader PMII untuk melakukan re-orientasi pergerakan dan melakukan penguatan keagamaan dan kebangsaan. Jika hal ini dikuatkan, maka umat Islam akan dapat terus mengawal bersama Aswaja dan Pancasila.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan