Nasional

Shalat Tarawih, Ketua PBNU: Protokol Kesehatan Harus Selalu Dijaga

Sel, 13 April 2021 | 04:45 WIB

Shalat Tarawih, Ketua PBNU: Protokol Kesehatan Harus Selalu Dijaga

Sholat dengan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyambut baik keputusan atau kebijakan pemerintah yang memperbolehkan masyarakat di zona hijau dan kuning untuk menyelenggarakan shalat tarawih berjamaah di masjid, mushola, atau surau. 


“Tapi jangan lupa, kita (sebagai) pengurus NU harus mengingatkan bahwa protokol kesehatan (prokes) harus dipatuhi,” tutur Ketua PBNU H Robikin Emhas dalam peluncuran Program Ramadhan 1442 H Bangkit Bersama NU Care-LAZISNU, pada Senin (12/4).


“Termasuk juga pengelola tempat ibadah, jangan lupa harus ada petugas yang selalu mengingatkan dengan cara yang sangat baik, tidak dengan menggunakan kosakata yang tidak patut,” imbuh Robikin.


Para pengelola tempat ibadah mesti mengingatkan agar shaf atau barisan shalat dijaga dan tetap berjarak karena pandemi Covid-19 masih berlangsung. Jamaah shalat pun harus dianjurkan untuk membawa alas shalat (sajadah) sendiri dan sudah mengambil air wudhu dari rumah.


“Saya kira itu bagus kalau tempat ibadah melakukan itu. Begitu pula, agar shalatnya tetap bisa dilakukan secara khusyuk. Namun sedapat mungkin durasi waktunya jangan terlalu lama karena ini masa pandemi,” katanya.


Apabila setelah shalat tarawih dilangsungkan tadarusan, prokes juga harus dilakukan secara ketat. Tradisi yang ada di Indonesia, terdapat jamuan makanan di tengah-tengah jamaah tadarusan.


“Kebiasaan dulu ada jamuan di tengah tadarus mohon untuk dipertimbangkan karena ini masa Covid-19, tak jarang orang makan dan minum buka masker dan di situ risiko penularannya, maka tolong pertimbangkan baik-baik,” harap Robikin.


Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj memberikan pesan-pesan Ramadhan sekaligus mengajak umat Islam dan warga NU untuk meningkatkan kualitas puasa, dari shiyam menjadi shaum.


Dijelaskan, shiyam adalah terminologi syariah yang bermakna meninggalkan makan, minum, dan berbagai hal yang dapat membatalkan puasa melalui lubang yang ada di tubuh sejak imsak hingga ghurubus-syams (matahari terbenam). 


“Itu namanya shiyam, itu wajib, salah satu rukun Islam. Oleh karena itu mari kita sebagai umat Islam harus menjalankan shiyam di bulan Ramadhan ini,” tutur Kiai Said usai mengikhbarkan awal Ramadhan 1442 H di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Senin petang. 


“Akan tetapi, saya ajak mari kita tingkatkan shiyam bukan sekadar meninggalkan makan-minum, menjadi shaum yakni imsakil hawainnafs (mencegah ajakan hawa nafsu) dari imsak sampai ghurubus-syams (matahari terbenam) dengan masuknya sesuatu ke dalam tubuh serta mencegah lisan dan mulut dari hal-hal yang tidak benar, hoaks, menyebar fitnah, caci-maki, adu domba, harus kita cegah mulut kita dari itu semua,” jelas Kiai Said.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad