Nasional

SMRC Ungkap Penyebab Suara Partai Gerindra Tak Naik Drastis Meski Prabowo-Gibran 58,84%

Sel, 27 Februari 2024 | 12:00 WIB

SMRC Ungkap Penyebab Suara Partai Gerindra Tak Naik Drastis Meski Prabowo-Gibran 58,84%

Pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Foto: Suwitno/NU Online)

Jakarta, NU Online
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan penyebab perolehan suara Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tidak naik drastis, pada pantauan dari situs pemilu2024.go.id, Selasa (27/2/2024).


Gerindra hanya mampu mengumpulkan suara 13,36 persen atau 10.107.102 suara. Padahal, partai tersebut pengusung utama pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang berhasil mengumpulkan suara terbanyak yaitu 58,84 persen atau 75.017.458 suara sementara versi hitungan resmi KPU.


Dalam tayangan SMRC, Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengungkapkan bahwa efek ekor jas atau dalam politik sebuah upaya memanfaatkan popularitas yang dalam konteks ini adalah Prabowo untuk menarik suara bagi partai Gerindra di pemilu 2024 tidak terlihat efeknya.


"Seharusnya ketika suara Prabowo tinggi partai pengusung utamanya mengambil insight yang tinggi atau manfaat dari suara calonnya, tapi justru tidak. Justru yang mengalami kenaikan suara adalah partai Golkar," katanya dalam tayangan SMRC dikutip NU Online Selasa (27/2/2024).


Kemudian, Deni juga mengatakan bahwa jika Gerindra berhasil menerapkan efek ekor jas maka dapat memperoleh suara paling tidak setengahnya yaitu 29%, tapi pada kenyataannya itu tidak terjadi sehingga suara yang didapat hanya di bawah itu.


Deni mengungkapkan bahwa Gerindra hanya berhasil meraih 20 persen suara Prabowo-Gibran. Selebihnya, memilih partai Golkar yang mencapai 18 persen dan partai Demokrat 10 persen. Jadi menurutnya, Prabowo tidak identik khusus dengan Gerindra pada pemilihan presiden atau partai politik sehingga berbeda dengan pemilu 2019 yang lalu.


"Sehingga Gerindra tidak berhasil mengidentikan partainya dengan Prabowo, pemilih Prabowo itu tersebar kemana-mana pilihannya, tiket memilihnya dibelah dua. Presidennya milih Prabowo tapi partainya bisa milih Gerindra, PDI Perjuangan bahkan memilih Golkar," ungkapnya. 


Bahkan, menurutnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bisa memperoleh suara yang sama dengan partai Demokrat yaitu 10 persen dalam perolehan suara, yang mana PDIP adalah partai yang menjadi lawan politik Prabowo di pemilihan presiden (Pilpres) dengan mengirimkan calonnya yaitu paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.


"Jadi memang betul-betul agak cair pemilih itu antara pilihan presiden dengan pilihan partai politik, walaupun PDIP tidak mendukung Prabowo tapi ada juga 10 persen dari pemilih Prabowo, tapi pada pemilihan legislatif memilihnya PDI Perjuangan," terangnya.


Pemilih paslon nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar juga tersebar. Akan tetapi, para pemilih lebih banyak dari partai pengusung yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 24 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 20 persen, Partai Nasional Demokrat (NasDem) 18 persen, dan Partai Golkar 10 persen.


"Tapi tidak identik semisal NasDem karena partai pengusung dari dulu, ternyata tidak juga sehingga kita tidak melihat kenaikan signifikan dibanding 2019," katanya.


Sementara pemilih Ganjar-Mahfud mayoritas adalah pemilih PDIP pada pemiihan legislatifnya, dari sana Ganjar-Mahfud berhasil mengumpulkan 59 persen suara dari pemilih PDIP.