Nasional

Songsong Muktamar, Buku Biografi Kiai Wahab Chasbullah Diluncurkan

Kam, 16 Desember 2021 | 21:00 WIB

Songsong Muktamar, Buku Biografi Kiai Wahab Chasbullah Diluncurkan

KH M Hasib Wahab, Putra Kiai Wahab Chasbullah. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Buku biografi berjudul Peletak Dasar Tradisi Berpolitik NU: Sang Penggerak Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Chasbullah resmi diluncurkan di Hotel Luminor, Pecenongan, Gambir, Jakarta Pusat, pada Kamis (16/12/2021).


Buku yang ditulis oleh Safrizal Rambe ini menggambarkan sosok Kiai Wahab sebagai seorang ulama berpikiran visioner dan bergagasan cemerlang. Tak heran, Kiai Wahab bersama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Bisri Syansuri mendirikan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar dengan jumlah puluhan anggota tersebar di seluruh Indonesia.


Beragam pemikiran Kiai Wahab ditulis dalam buku setebal 403 halaman ini. Selain pemikiran dan gagasan cemerlang, buku itu juga memuat sepak terjang Kiai Wahab dari Muktamar NU pertama hingga tahun 1970-an.


Putra Kiai Wahab Chasbullah, KH M Hasib Wahab berharap buku ini dimiliki warga NU. Terutama kader-kader muda NU di seluruh Indonesia. Terbitnya buku biografi itu, menurutnya, merupakan momentum tepat dalam rangka menyongsong Muktamar Ke-34 NU di Lampung, pada 22-23 Desember 2021.


“Kiai Wahab sebagai ulama yang mempunyai gagasan dan pemikiran visioner serta merupakan muharrik (penggerak) NU di awal pendirian,” jelas Kiai Hasib, saat menyampaikan sambutan dalam peluncuran buku biografi Kiai Wahab yang juga digelar secara daring dan disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Kiai Wahab Foundation.


Peran Kiai Wahab yang dipotret dalam buku itu antara lain ketika Indonesia, termasuk NU di dalamnya, melawan penjajah. Kemudian berhasil menyatukan para petani untuk kemandirian ekonomi. Pada Muktamar NU di Menes, Jawa Barat, pada 1938, Kiai Wahab juga telah memberikan ide dan gagasan membentuk Bank NU untuk kemandirian ekonomi NU.


Ide dan gagasan lain Kiai Wahab adalah melakukan gerakan untuk menciptakan pondok pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Karena itu, kata Kiai Hasib, secara organisasi, NU sudah berjalan baik karena ada kegiatan dakwah dan bergerak dalam kemandirian ekonomi.


Gagasan Kiai Wahab itu sejalan dengan tema kemandirian Muktamar ke-34 NU. Tema itu adalah Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia. “Jadi ini yang terpenting korelasinya, Muktamar NU ini di Lampung kan temanya kemandirian ekonomi NU. Ini sangat tepat,” kata Dewan Penasihat Kiai Wahab Foundation (KWF) itu.


Lebih lanjut, Kiai Hasib menyebutkan beberapa tantangan NU ke depan. Di antaranya menyangkut ekonomi dan warga NU agar bisa mandiri. Ia menjelaskan bahwa NU memiliki tiga hal yang harus dilakukan.


Pertama, meningkatkan dan konsolidasi sumber daya manusia (SDM) NU terutama masalah tafaqquh fiddin atau pendalaman ilmu keagamaan untuk mencetak ulama andal yang alim, agar bisa menggantikan ulama-ulama terdahulu.


Kedua, ekonomi warga NU harus kuat. Sebab mayoritas umat Islam di Indonesia adalah warga NU. Karena itu, kata Kiai Hasib, NU ke depan harus bisa meningkatkan bisnis Nahdliyin, baik dalam skala makro maupun mikro yang profesional. Tujuannya agar NU tidak lagi bergantung pada proposal.


Ketiga, memperbanyak SDM dengan mendirikan universitas-universitas NU dengan jurusan-jurusan sesuai perkembangan zaman. “Alhamdulilah sudah ada 43 universitas NU di Indonesia, dan beberapa masih dalam rintisan,” jelasnya.


Sementara itu, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Saiful Umam menegaskan bahwa embrio NU diawali dari gagasan dan gerakan yang dilakukan Kiai Wahab Chasbullah.


Saiful menyebutkan, Kiai Wahab telah berperan dalam kelahiran NU. Menurutnya, Kiai Wahab telah berhasil memisahkan NU dari Masyumi, lalu menjadi partai politik tersendiri.


“Karena jika beliau tidak ngotot, maka NU masih jadi bagian Masyumi. Ternyata memang luar biasa. Mbah Wahab tahu. Keluar dari Masyumi itu pilihan yang luar biasa (meningkatkan) signifikansi suara NU,” tegasnya.


Sejarawan Anhar Gonggong juga mengemukakan bahwa ada peran Kiai Abdul Wahab Chasbullah di balik Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959. Kiai Wahab dan Presiden Soekarno memiliki hubungan yang cukup dekat dan seringkali berdiskusi ihwal permasalahan negara di kediaman HOS Cokroaminoto di Jalan Peneleh, Surabaya.


Untuk diketahui, acara ini diikuti peserta secara luring dan daring oleh berbagai kalangan. Di antaranya para pengasuh pesantren, akademisi, pengurus Muslimat NU, Fatayat NU, IPNU, IPPNU, alumni pesantren, santri, dan mahasiswa.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin