Nasional

Staff Kepresidenan Dinilai Mubazir

NU Online  ·  Senin, 13 April 2015 | 22:01 WIB

Jakarta, NU Online
Pembentukan Kantor Staf Kepresidenan kembali dipertanyakan para pakar. Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia Mustafa Fahri mencurigai bahwa kantor staf kepresidenan sebagai ruang eksklusif, tertutup yang jadi ajang perumusan kebijakan publik.
<>
"Jangan-jangan kebijakan-kebijakan publik diambil di ruang-ruang tertutup tersebut. Kenaikan BBM misalnya, atau kenaikan renumerasi pegawai pajakyng mengagetkan publik," tandasnya dalam diskusi konstitusi yang diadakan di Cikini, Jakarta Senin (13/4).

Selain melabrak sejumlah aturan konstitusi, staf kepresidenan menurut Fahri juga mengambil kewenangan lembaga resmi pembantu presiden yang diatur konstitusi.

"Di zaman SBY, Ukp4 dievaluasi per triwulan. Sekarang, dengan kewenangan yang terlalu luas, kantor staf kepresidenan ini tidak ada yang mengevaluasi, tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang mengendalikan. Perpres kantor staf kepresidenan itu harus dievaluasi karena kewenangan presiden yg sangat besar seolah diserahkan kepada kantor staf kepresidenan," paparnya.

Ia menegaskan,  staff kepresidenan mestinya hanya bertugas memberikan informasi untuk presiden. Dan itu bisa dilakukan dengan memfungsikan birokrasi istana seperti staf khusus atau asisten pribadi presiden.

Hal senada diungkap Kabi Aparatur Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Erfandi. Ia mengungkapkan, aspri di era Soeharto dibentuk berdasarkan TAP MPR. "Lalu kenapa keberadaan staf pres berdasarkan perpres. Ini menyalahi UU 11 2011. Perpres harus berdasarkan konstitusi bukan menyalahi konstitusi," tandasnya.

Erfan juga menyesalkan pelaksanaan uji konstitusi di MA tidak terbuka. “Kami sebagai penggugat tidak diberi ruang argumen. Tanpa sidang tapi menunggu putusan. Kami berencana membuka kepres ini untuk memberi pelajran kepada publik. Sayangnya sidangnya tertutup. Kami tak pernah dipanggil untuk memberikan klarifikasi," paparnya.

Sementara pakar hukum tata negara Irman Putera Sidin mengungkapkan sebenarnya sudah ada konstitusi yang memberikan ruang pembentukan pembantu presiden. "Apa wapres dan menteri-menteri tidak cukup, apa orientasi staf pres sudah sesuai UU?" tanyanya.

M Arras, pakar komunikasi politik menengarai pembentukan staf pres hanya bagi-bagi kekuasaan. "Tidak ada substansi urgensinya hanya mubazir. Apa kebijakan staf pres memang dibutuhkan apa motif di balik keputusan itu?"

Ia juga mengkritisi proses sidang di MA yang sangat tertutup berbeda dengan di MK. "Saat ini, seolah Pemerintah membuat kebijakan tidak berdasarkan kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan golongan," tandasnya. (Malik/Abdullah)