Nasional

Susi Pudjiastuti: Bernilai Ekonomi Tinggi, Bibit Lobster Harus Dilindungi

Kam, 23 Juli 2020 | 14:15 WIB

Susi Pudjiastuti: Bernilai Ekonomi Tinggi, Bibit Lobster Harus Dilindungi

Susi Pudjiastuti (Tangkapan layar Bahtsul Masail LBM PBNU via Zoom).

Jakarta, NU Online
Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa kelestarian bibit lobster harus dilindungi dan dijaga. Apalagi, Indonesia dianugerahi laut yang sangat luas dan kaya sumber daya.


Hal tersebut ia tegaskan saat berbicara dalam bahtsul masail yang diinisiasi Lembaga Bahtsul Masail PBNU bertema “Telaah Kebijakan Ekspor Benih Lobster” yang digelar melalui Zoom Meeting, Kamis (23/7).


Pada saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, ia baru mengetahui tentang kebijakan ekspor bibit lobster. “Saya tidak tahu sama sekali ada penjualan bibit lobster. Saya baru tau ini dijual setelah saya jadi menteri. Makanya, makin hari kian sedikit jumlahnya,” ungkap Susi.


Perempuan asal Pangandaran Jawa Barat ini menegaskan, dirinya tidak sependapat dengan perdagangan yang terkait kuota. “Saya ini sangat anti terhadap perdagangan plasma. Ini prinsip pribadi,” tegasnya.


Ia menceritakan, bahwa di Pangandaran sebelum tahun 2000, persisnya pada 1998, panen lobster masih 1 ton perhari. “Bicara lobster yang besar ya, bukan benur atau bibit. Nah, sekarang ini paling banter musim panen pada September hanya sekuintal. Itu pun udah banyak. Berarti ada yang salah pada ekosistem lobster ini,” cetusnya.


Oleh karena itu, saat dipercaya menjabat Menteri Kelautan dirinya memutuskan untuk menghentikan ekspor benih lobster. Menurut Susi, kebijakan ekspor benih lobster merupakan hal aneh. Pasalnya, hanya Indonesia yang mengizinkan ekspor biota laut bernilai tinggi ini.


“Sejumlah negara seperti Australia, Filipina, Kuba, hingga Sri Lanka tidak mengambil benih lobster untuk diekspor. Pengalaman di Australia bahkan dibatasi yang paling kecil saja, yakni berukuran 454 gram. Bahkan, mereka tidak boleh ambil yang betina. Bolehnya hanya jantan saja,” terang Susi.


Ia menambahkan, yang diambil Vietnam hanya dua mutiara dan harganya pun mahal sekali. Dulu mahal, tapi sekarang karena Vietnam banyak mengirim ke pasar Jepang dan China, maka harganya turun jauh sekali. “Saat saya tau bibit itu diperjualbelikan ternyata sama dengan ikan sidat karena keduanya mahal,” ungkapnya.


Lobster dan ikan sidat ini belum bisa dibudidayakan secara penuh sejak dari kawin hingga bertelur karena teknologinya belum dapat dikuasai. “Nah, yang dilakukan Vietnam adalah beli bibit dari kita lalu diperbesar oleh mereka. Dari sinilah kemudian saya larang bibit lobster ini diekspor,” jelasnya.


“Kita pakai akal sehat saja. Kenapa kita mesti menghidupi Vietnam. Lucu buat saya. Saya percaya negara wajib melindungi SDA untuk kemaslahatan masyarakat. Indonesia akan jadi negara besar kalau lautnya bisa dikelola dengan baik," tegas Susi.


Kemudian ia pun mulai membatasi pengambilan bibit lobster karena oleh para nelayan, lobster ukuran kecil juga kadang diambil. “Mulai yang sekilo 20 atau 10. Pengambilan lobster itu tidak bisa menggunakan kapal besar. Yang bisa hanya kapal-kapal kecil. Pakai jaring-jaring karena mereka biasanya di pinggir-pinggir,” pungkasnya.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Muhammad Faizin