Nasional

Tak Melulu soal Isi Jamuan, Tahlilan Berfungsi Jaga Silaturahim dan Saling Menguatkan

Rab, 21 Desember 2022 | 15:30 WIB

Tak Melulu soal Isi Jamuan, Tahlilan Berfungsi Jaga Silaturahim dan Saling Menguatkan

Ilustrasi tahlilan. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengungkapkan tujuan dari peringatan kewafatan dengan tahlilan dan yasinan bersama.

 

Hal itu ia tekankan karena banyak masyarakat yang terjebak pada jamuan yang banyak dan mewah sehingga harus utang sana-sini hanya untuk memenuhi jamuan tahlil. Menurut Gus Fahrur, tahlilan sangat baik dilakukan karena bertujuan untuk menjaga silaturahim dan saling menguatkan, tetapi tidak untuk semakin memberatkan ekonomi shohibul mushibah.


Bahkan ia menyebutkan bahwa di dalam tradisi tahlilan itu terdapat nilai sedekah dan untaian doa yang dibacakan secara berjamaah. Perbuatan tersebut, kata Gus Fahrur, jelas sangat baik dan bahkan berpahala. 


“Tahlilan itu tradisi masyarakat yang baik untuk menjaga silaturahmi dan saling menguatkan agar keluarga yang ditinggal wafat terhibur dan senang dapat mendoakan almarhum,” tutur Gus Fahrur kepada NU Online, Rabu (21/12/2022). 


Terkait tujuan atau inti tradisi tahlilan ini, menurut Gus Fahrur, sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia sudah memahaminya. Namun ada beberapa pihak yang menanggapi tahlilan secara sinis karena hanya melihat dari jauh, sehingga tidak memahami secara utuh. 


“Sebenarnya tidak ada yang mewajibkan (tahlilan) dan (tahlilan) dilakukan secara sukarela. Tujuan berdoa dan bersedekah (di dalam tahlilan) jelas baik dan berpahala. Semuanya juga sudah paham, (pihak) yang menanggapi sinis (terhadap tahlilan) karena melihat dari jauh saja,” tutur Pengasuh Pondok Pesantren Annur 1 Bululawang, Malang, Jawa Timur itu.


Ia menekankan bahwa gelaran tahlilan sebagai tradisi yang berjalan di masyarakat Muslim Indonesia merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan sukarela, bahkan bertujuan untuk menghibur keluarga almarhum agar tak larut dalam kesedihan. 


“Tidak ada kewajiban yang memberatkan, (tahlilan) itu tradisi yang dilakukan secara sukarela dan malah membuat keluarga almarhum sangat terhibur dengan banyaknya handai taulan yang datang supaya mereka tidak sedih dalam kesendirian,” ucap Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu. 


Sedekah dalam Tahlilan

Pada artikel NU Online berjudul Jamuan Makanan dalam Acara Tahlilan bahwa dalam setiap acara tahlilan, tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan. 


Selain sebagai sedekah yang pahalanya diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia, motivasi tuan rumah adalah sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan keluarga yang meninggal dunia. 


Dilihat dari sisi sedekah, bahwa dalam bentuk apapun sedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Memberikan makanan kepada orang lain adalah perbuatan yang sangat terpuji. Hal ini anjuran dari Nabi Muhammad.


Suatu ketika, sahabat Amr bin Abasah mendatangi Rasulullah dan bertanya soal apakah Islam itu? Lalu dijawab oleh Rasulullah bahwa Islam itu adalah bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan. 


Terkait sedekah untuk mayit, pada masa Rasulullah pernah ada seseorang yang ingin menyedekahkan kebun dan pahalanya diberikan kepada si mayit. Nabi pun membolehkannya. Sebagaimana hadits berikut ini: 


Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya?" Rasulullah menjawab, "Ya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR Tirimdzi).

 

Menurut penulis buku Fiqh Tradisionalis: Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari, KH Muhyiddin Abdusshomad, hanya saja yang perlu diperhatikan ialah kemampuan ekonomi tetap harus tetap menjadi pertimbangan utama.

 

Menurut Kiai Muhyiddin Abdusshomad, tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang lain. Hal tersebut jelas tidak dibenarkan.

 

Dalam kondisi seperti ini, jelas beliau, sebaiknya perjamuan itu diadakan ala kadarnya. Lain halnya jika memiliki kemampuan ekonomi yang sangat memungkinkan. Selama tidak israf (berlebih-lebihan dan menghamburkan harta) atau sekadar menjaga gengsi, suguhan istimewa yang dihidangkan, dapat diperkenankan sebagai suatu bentuk penghormatan serta kecintaan kepada keluarga yang telah meninggal dunia.

 

Dan yang tak kalah pentingnya, terang Kiai Muhyiddin Abdusshomad, masyarakat yang melakukan tahlilan hendaknya menata niat di dalam hati bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata karena Allah swt. Jika ada bagian dari upacara tahlil itu yang menyimpang dari ketentuan syara', maka tugas para ulama untuk meluruskannya dengan penuh bijaksana.

 

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad