Nasional

Tasamuhul Islam; Memahami Perbedaan Bukan Mengadili

Jum, 25 Oktober 2019 | 20:00 WIB

Tasamuhul Islam; Memahami Perbedaan Bukan Mengadili

Pembukaan Seminar the 4rd Annual International Seminar and Conference on Global Issues 2019 (ISCoGI 2019) (Foto: NU Online/Imam Syafaat)

Semarang, NU Online
Islam Nusantara dengan prinsip toleran tasamuh, moderat, proporsional, dan berkeadilan akan mampu membentengi umat dari faham radikalisme, liberalisme, serta faham lainnya yang tidak sejalan dengan Ahlussunnah wal Jamaah.
 
Konsep tasamuhul Islam melahirkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah diniyah. Konsep itu semua menjadikan orang Islam sangat bisa memahami perbedaan dan tidak dalam posisi mengadili perbedaan. Namun, dalam kerangka membangun untuk menyempurnakan.
 
"Islam tasamuh, Islam yang toleran sedang dicari oleh masyarakat di berbagai negara," tandas Noor Achmad, sekretaris Dewan Pertimbangan MUI dalam Seminar the 4rd Annual International Seminar and Conference on Global Issues 2019 (ISCoGI 2019) yang diselenggarakan oleh Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
 
"Islam dengan prinsip seperti itulah yang dibutuhkan di berbagai belahan dunia menuju perdamaian global," katanya dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Santri ini mengupas tentang Islam Nusantara and Challenge of Radical Islam in the Global World. 
 
Menanggapi konsep tasamuhul Islam ini, Karel Steenbrik dari Utrecht University Belanda, narasumber lainnya, mengapresiasi secara khusus. Merespons Steenbrik, Noor Achmad merasa hal ini adalah sesuatu yang biasa saja, namun sungguh hebat menurut orang lain.
 
"Hal ini biasa bagi kita, namun luar biasa bagi orang lain," tutur Guru Besar Unwahas yang pernah mengemban amanat sebagai Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) itu.
 
Ini semua dikarenakan prinsip-prinsip ajaran Ahlusunnah wal Jamaah telah menjadi ideologi bukan sekedar retorika, lanjutnya.
 
Lebih dari itu, dalam paparannya, Karel Steenbrik mengungkap tentang konsep radikalisasi dan terorisme, upaya deradikalisasi, serta berbagai gerakan radikal di dunia yang sudah tersebar ke berbagai negara seperti di Eropa.
 
Narasumber lainnya, Magdy Behman menuturkan tentang radikalisme yang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor ekonomi.  "Untuk menghindari gerakan radikal ini, dibutuhkan perencanaan dan kontrol yang sangat ketat dari masyarakat dan lembaga yang berwenang," ungkap professor dari Eastern Mennonite University, Virginia USA ini.
 
Sementara itu dalam sambutannya di acara pembukaan seminar (22/10), Rektor Unwahas, Mahmutarom mengemukakan bahwa prinsip toleran yang diajarkan oleh Nahdlatul Ulama sangat sesuai untuk membawa perdamaian dunia tanpa radikalisme. 
 
"Prinsip toleransi di NU sangat sesuai untuk membawa perdamaian dunia," tutur Mahmutarom. Acara yang diselenggarakan di salah satu hotel di Semarang ini diikuti oleh ratusan peserta diantaranya dari praktisi, peneliti, mahasiswa dalam dan luar negeri, serta masyarakat umum.  

Kontributor: Imam Syafaat
Editor: Kendi Setiawan