Nasional

Tasawuf Tampakkan Wajah Islam yang Ramah dan Sejuk

Sel, 6 April 2021 | 12:05 WIB

Tasawuf Tampakkan Wajah Islam yang Ramah dan Sejuk

Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) menggelar bedah buku Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berjudul ‘Allah dan Alam Semesta: Perspektif Tasawuf Falsafi’ pada Senin (5/4) di Kampus A Unusia, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat. (Foto: tangkapan layar Unusia TV)

Jakarta, NU Online

Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) menggelar bedah buku Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berjudul ‘Allah dan Alam Semesta: Perspektif Tasawuf Falsafi’ pada Senin (5/4) di Kampus A Unusia, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat disiarkan di Youtube Unusia TV.


Bedah buku tersebut merupakan kerja sama antara FIN Unusia dengan Puslitbang Agama Balai Diklat dan Litbang Kementerian Agama RI. Buku tersebut merupakan terjemah (ekstraksi) atas disertasi beliau di Universitas Ummul Qura, Makkah dengan judul asli, Shillatullah bil Kawn Fit-Tasawwuf al-Falsafi.


Narasumber kegiatan tersebut ialah para pakar tasawuf, yaitu pertama, KH Luqman Hakim, (pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Caringin, Bogor yang juga merupakan pengampu kitab-kitab tasawuf di berbagai masjid di Jabodetabek.


Kedua, Haidar Bagir, akademisi sekaligus pendiri penerbit Mizan, yang juga sudah cukup lama mendalami isu-isu tasawuf, terutama tasawuf Ibn Arabi, Jalaluddin Rumi, dan sufi-sufi falsafi yang diulas dalam buku disertasi Kiai Said.


“Meskipun disertasi ini sudah lama diujikan, tepatnya pada tahun 1994, tetapi konten dari buku ini masih sangat relevan dalam konteks kekinian dan keindonesiaan,” ujar Dekan Fakultas Islam Nusantara Unusia, Ahmad Suaedy.


Sebagaimana kita ketahui, lanjut Suaedy, sejarah Islamisasi di Indonesia bermula dari para mubaligh-mubaligh sufi sebagai penyebarnya. Mereka menampakkan wajah Islam yang semakin ramah dan sejuk di tengah kemajemukan bangsa.


“Dalam menyebarkan ajaran Islam, para mubaligh sufi ini menggunakan pendekatan sufistik yang fleksibel, adaptif, dan akomodatif terhadap budaya dan tradisi yang sudah mengakar lama di bumi Nusantara,” jelas dia.


Di dalam buku tersebut, penulis menjelaskan bagaimana sejarah tasawuf sejak masa-masa awal Islam sekaligus masa perkembangan dan kematangannya di tangan Muhyiddin Ibn Arabi.


“Aspek-aspek teoritik dan konsep dalam ilmu tasawuf seperti tauhid, ma’rifatullah, fana’, hulul, dan wahdatul wujud diulas secara tuntas dan komprehensif,” terang Suaedy.


Menurutnya, pendekatan-pendekatan tasawuf yang ramah, sejuk, toleran dan tidak kaku sebagaimana tertuang dalam konsep-konsepnya yang dijelaskan dalam buku karya Kiai Said sangat sesuai dan tepat untuk disebarluaskan kepada khalayak luas.


“Apalagi belakangan ajaran-ajaran Islam kerap disalahpahami oleh sebagian orang dengan menampilkan wajah Islam yang galak, intoleran, bahkan penuh dengan kekerasan,” ucapnya.


Kehadiran buku tersebut, di tengah maraknya isu sektarianisme Islam, Populisme Islam, dan semangat keberislaman yang normatif, menjadi nilai penting.


“Wacana-wacana tasawuf sangat dibutuhkan untuk mengimbangi pola keberislaman yang simbolik, tekstual, dan bahkan mengesankan Islam sebagai agama yang tidak ramah terhadap kelompok lain,” tandas Suaedy.


Turut memberi sambutan dalam kegiatan bedah buku ini, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kepala Badan Litbang Kemenag Achmad Gunaryo, dan Pakar Tasawuf asal Maroko Syekh El Kobaiti Idrissi Hasani.


Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan