Nasional MUNAS-KONBES NU 2012

Terkait Pajak, Para Tokoh Dukung Putusan Ulama NU

Sab, 15 September 2012 | 11:30 WIB

Cirebon, NU Online
Putri mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid, Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid hadir dalam perhelatan besar Munas dan Konbes NU di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, pada Sabtu (15/9). 
<>
Yenny diterima oleh shohibul hajah di kediaman KH. Ja’far Shoddiq Aqil Siradj Z dan Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj. Juga tampak Menpera Djan Faridz, Menteri PDT A. Hilmy Faishal Zaini, Slamet Effendy Yusuf, Ichwan Syam, Muhyiddin Arubusman, Ketua Fatayat Nu Hj. Ida Fauziah, yang terlihat akrab dalam berbagai perbincangan soal Munas dan Konbes NU kali ini. 

Namun, berbeda dengan tokoh yang lain, seusai pertemuan tersebut Yenny Wahid langsung bersilaturahim dengan wartawan yang berada di Media Center. 

Wartawan pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mempertanyakan berbagai persoalan NU dan politik di negeri ini. Hanya saja, Yenny menolak berkomentar soal partainya, yaitu Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). 

“Tolong tidak usah berbicara partai, nanti saya dikira sebagai penunggang politik. Kita bicara Munas NU saja, karena kedatangan saya ke Munas ini selain mewakili Muslimat NU bersama Ibu Hj. Khofifah Indar Parawansa, juga mendukung terselenggaranya Munas ini,” ujarnya. 

Ia berharap semoga para alim ulama dan kiai NU dalam Munas ini menghasilkan berbagai keputusan yang positif bagi umat, bangsa dan Negara. Baik dalam bidang agama, social politik, ekonomi, perbankan, kedaulatan pangan, luar negeri, dan sebagainya. 

“Jadi, kami mendukung Munas dan segala keputusan yang diambil oleh para ulama dan kiai NU. Sebab, beliaulah yang memahami dan mengetahui kondisi umat dan rakyatnya di daerah, sehingga apa yang akan diputuskan, pasti sesuai dengan kehendak umat dan rakyat,” kata Yenny  yang didampingi Sekjen PKBIB Imron Rosyadi Hamid itu. 

Menyinggung soal pajak, Yenny mengakui jika wacana yang muncul di Munas ini tidak lebih sebagai spirit dan kritik agar pemerintah serius, sungguh-sungguh dan menyelewengkan uang rakyat dengan dikorupsi. 

“Kalau moratorium itu sebenarnya bukan hal baru. Tapi, yang namanya moratorium pajak, pasti sebagai pembangkangan sipil terhadap pemerintah. Itu lebih baik daripada bertindak anarkis. Tapi, semoga tidak terjadi,” tambah Yenny. 

Yang mesti dicermati dalam hal pajak ini lanjut Yenny, sesungguhnya bukan masalah bayar atau tidak bayar pajak, melainkan akuntabilitas pemerintah dalam mengemban amanat uang rakyat, agar digunakan sesuai peruntukannya. “Kalau pembangkangan, mogok pajak itu bisa menjadi ancaman melumpuhkan eksistensi Negara,  maka pemerintah harus serius dan berupaya tidak ada korupsi. Sebab, kalau masih terjadi korupsi dan itu besar, tentu rakyat bisa kecewa,” tambahnya. 

Hal yang sama diungkapkan oleh Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa, yang mendukung langkah Munas dan Konbes Alim Ulama NU di Kempek, Cirebon Jawa Barat, yang antara lain akan mengkritisi pajak rakyat. Sebab, pajak memang merupakan satu-satunya sumber pendapatan Negara, yaitu 70 % APBN adalah dari pajak.

“Kalau, pada tahun anggaran 2013 ini APBN senilai Rp 1540 triliun, maka sekitar Rp 1200 triliunnya berasal dari pajak. Karena itu, sikap NU ini dalam rangka memberikan semangat agar pemerintah dan aparatur pajak tidak main dengan pajak rakyat tersebut.” tandas Wakil Ketua anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu.

Ia khawatir kalau sampai Munas NU ini memfatwakan boleh tidak membayar pajak, menurut Ali Masykur, maka ini bisa berimplikasi politik antara Negara dengan agama atau NU. Sebab, dalam Islam itu yang wajib adalah membayar zakat, dan zakat hanya sebatas sebagai ketaatan pada peemrintah atau ulil amri. Karena itu, keputusan soal pajak ini harus dipertimbangkan dengan matang,

Dan, yang  lebih dikhawatirkan lagi kata Ali Masykur, kalau sampai rakyat tidak lagi membayar pajak, maka akan mengancam eksistensi Negara. Dengan 70 % APBN dari pajak tersebut, kalau terhenti, maka Negara akan lumpuh.  “Artinya, Negara dan pemerintah ini tidak akan mampu berbuat apa-apa, tanpa pajak dari rakyat. Jadi, spiritnya darei Munas ini untuk mengingatkan pemerintah agar tidak main-main dengan pajak,” tegas Ali Masykur lagi.

Pemilukada
Menyinggung Pemilukada kata Yenny, dalam demokrasi sekarang ini yang terpenting adalah keteladanan dari elit politik sendiri. “Elit politik harus member contoh berdemokrasi dan berpolitik yang baik. Yaitu menghindari politik uang, menjauhkan kepentingan pragmatis, dan tidak ada politik transaksional. Money politics itu harus dieleminir,” Yenny mengingatkan.

Sementara itu mengenai apakah Pemilukada itu dikembalikan ke DPRD, sesungguhnya menurut Yenny, itu sama saja tidak ada jaminan akan bersih dari politik uang. Sebab, dengan dipilih kembali oleh DPRD dengan jumlah orang yang memang sedikit, dibanding langsung oleh rakyat, namun tidak ada yang bisa menjamin tak ada politik uang.

“Orang yang memilih boleh sedikit, tapi bisa saja jumlah uang yang dikeluarkan malah lebih besar. Selain itu, apakah rakyat sudah siap? Saya khawatir, nanti rakyat akan memprotes karena hak-hak politik kembali dirampas oleh elit politik. Jadi, semuanya harus dipertimbangkan dan dikaji dengan sungguh-sungguh, agar Munas ini memberikan solusi terbaik untuk kepentingan rakyat, bangsa dan Negara,” katanya.

Redaktur    : Hamzah Sahal
Kontributor : Munif Arpas