Nasional

Tiga Kunci Hadapi Era Digital

Ahad, 1 Agustus 2021 | 03:00 WIB

Tiga Kunci Hadapi Era Digital

Ilustrasi (envato)

Jakarta, NU Online
Direktur Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi mengungkap tiga kunci menghadapi era digital yang sedang kita hadapi saat ini. Ketiganya adalah kreativitas (al-ibdā’), inovasi (al-ibtikār), dan kolaborasi atau kerja sama (at-ta’āwun).

 

Hal itu disampaikan dalam Opening Pra-Konfercab sekaligus Webinar Internasional PCI-NU Se-Afrika bertajuk NU dan Literasi Digital yang disiarkan langsung di akun youtube PCINU Tunisia, Sabtu (31/7/2021) malam.

 

Alumnus Departemen Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo Mesir itu menjelaskan tiga komponen, konsep atau ciri dunia digital.

 

Pertama, kreativitas (al-ibdā’). Di zaman digital ini meniscayakan kreativitas: kita harus kreatif. "Kreativitas ini meniscayakan kita harus terus berpikir melahirkan gagasan, tidak bisa berhenti di tempat,” ungkap Gus Mis, sapaan akrabnya. Hal ini sesuai dengan wal akhdzu bil jadidil ashlah, bahwa kita, lanjutnya, harus terus mengambil gagasan dan pandangan-pandangan modern.

 

Kalau melihat sosok yang paling kreatif, menurut jebolan Pesantren TMI Al-Amien Prendunan Sumenep Madura, itu, adalah KH Abdurrahman Wahid. Meski sebenarnya kreativitas itu sudah dimulai sejak zaman Syaikhona Kholil Bangkalan dan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.

 

Mbah Hasyim, misalnya, pada zamannya adalah sosok yang kreatif. Kreativitas pendiri NU itu, misalnya, dicerminkan ia merumuskan konsep Ahlussunnah wal Jamaah, di mana beliau memilih Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi dalam hal akidah. Begitu juga ketika memilih para imam dalam bidang fiqih dan tasawuf, yang sudah kita maklumi bersama.

 

"Islam itu ibarat perpustakaan, bukunya banyak sekali. Tapi kita harus kreatif. Bagaimana cara kreatif? Memilih," terangnya, sambil menekankan bahwa kreativitas itu penting.

 

Kedua, inovasi (al-ibtikār).  Inovasi-inovasi gagasan  menjadi penting, termasuk bagaimana mendigitalisasi NU. "Alhamdulillah, harus kita akui bahwa NU Online itu sekarang menjadi situs Islam nomor satu di Indonesia," kata penulis biografi KH Hasyim Asy’ari itu, bersyukur.

 

Gus Mis juga menyebut kekuatan berbagai tokoh NU dengan perannya masing-masing di berbagai platform media sosial, yang jika dikumpulkan, menurutnya, akan menjadi kekuatan yang terdepan. "Maka, ketika kita bergerak, itu sebenarnya mempengaruhi Indonesia," harapnya.

 

Ketiga, kolaborasi (at-ta’āwun). Kenapa kolaborasi? Karena dengan berkolaborasi kekuatan akan lebih besar. Tidak bisa lagi jalan sendiri-sendiri. "Oleh karena itu kita harus solid walaupun kadang kita sulit. Soliditas kerja sama itu penting sekali untuk kita hidupkan bersama-sama," ajaknya. 

 

Belajar dari Khazanah NU
Menurut Gus Mis, sebenarnya, karya-karya ulama NU–ini sudah ada yang mengumpulkan–itu lebih dari 1000 karya yang berbahasa Arab. "Kalau yang berbahasa Indonesia saya kira puluhan bahkan ratusan ribu. Saya sendiri punya 14 buku," ungkap penulis buku Mekah: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim (2009).

 

Salah satu kelebihan dari NU, menurutnya, dalam setiap zamannya akan selalu lahir karya-karya, meski digitalisasi karya-karya NU ini belum dilakukan. Ia berharap di Muktamar NU mendatang ada program digitalisasi karya-karya ulama NU yang jumlahnya lebih dari 1000 itu, untuk disimpan di Cloud. "Sehingga kita bisa mengakses, melakukan kajian, menjadikan tesis atau disertasi dan bisa disampaikan ke dunia internasional," harapnya.

 

Menurut Gus Mis, ciri dari Nahdlatul Ulama itu adalah melahirkan gagasan-gagasan baru. Ini menjadi kekuatan bagi kita semua, meski hal itu jangan sampai membuat kita berpuas diri. "Kita jangan cepat puas dengan karya-karya para ulama saja. Karena ulama menulis untuk kita, nah kita ini harus menulis untuk zaman setelah kita," kata penulis buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW ini memotivasi. 

 

"Ini era digital, harus kreatif, harus lahir karya-karya. Harus menulis, nggak bisa berdiam diri. Harus inovatif," pungkasnya.

 

Peserta webinar ini kebanyakan terdiri dari pengurus PCINU Tunisia, Sudan, dan Maroko. Selain Zuhairi Misrawi, hadir juga secara virtual Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia H Ikrar Nusa Bhakti dan pelantun Shalawat Nahdliyah Veve Zulfikar Basyaiban.
 

Kontributor: Ahmad Naufa Khoirul Faizun
Editor: Kendi Setiawan