Jakarta, NU Online
Tidak sekali-kali manusia diciptakan tak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Tentu ibadah masing-masing orang memiliki tingkatannya.
Ketua Bidang Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Habiburrahman el-Syirazi menyampaikan ada tiga tingkatan ibadah manusia kepada Allah Swt. Tingkatan ibadah pertama adalah tingkatan ibadah budak yang ibadahnya karena takut ancaman.
"Orang yang beribadah seperti budak, maksudnya beribadah karena takut karena diancam," katanya saat mengisi ceramah buka bersama di kediaman Wakil Ketua Umum MUI H Zainut Tauhid Saadi, Pancoran, Jakarta Selatan, Ahad (26/5).
Selanjutnya tingkatan ibadahnya para pedagang. Mereka yang berada di tingkatan ini kerap kali mempertimbangkan untung ruginya melaksanakan suatu ibadah.
"Melakukan aktivitas melihat untung ruginya. Seringkali melihat fadlail dan untung-untungannya," jelas pria yang pernah mondok di Pondok Pesantren Mranggen, Demak, Jawa Tengah itu.
Sementara tingkatan tertinggi adalah level ibadahnya para pecinta. Mereka yang berada di tingkatan ini, kata penulis novel-novel bertema cinta itu, tidak lagi menimbang untung dan rugi dalam ibadahnya, tidak pula terpaksa karena takut dengan ancaman-Nya.
Ibadah orang-orang demikian didasarkan atas kecintaannya kepada Allah swt. "Ini ibadahnya al-ahrar, orang-orang merdeka. Walladzina amanu aysaddu hubban lillah," jelasnya.
Karenanya, menurut pria yang akrab disapa Kang Abik itu, cinta punya posisi yang mulia dalam Islam. "Cinta di dalam Islam menempati posisi yang sangat mulia," ujarnya.
Sementara itu dalam sambutannya, Zainut mengingatkan agar dalam sepuluh hari terakhir Ramadjan ini kita meningkatkan ibadah agar mendapatkan pahala yang dijanjikan oleh Allah Swt, yakni lailatul qadar.
"Lebih menggiatkan amaliah ibadah kita, yang wajib mahdlah maupun amaliah yang sunah," kata pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) itu.
Kegiatan ini dihadiri oleh A'wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Syarwani, Nyai Hj Chuzaemah Tahido Yanggo, kader IPNU dan IPPNU di wilayah Jakarta. (Syakir NF/Kendi Setiawan)