Nasional

Transparansi Bisa Cegah Penyalahgunaan Dana Filantropi untuk Jaringan Teroris

Sen, 8 November 2021 | 09:00 WIB

Transparansi Bisa Cegah Penyalahgunaan Dana Filantropi untuk Jaringan Teroris

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Menyoroti kasus penyalahgunaan dana kedermawanan sosial (filantropi) untuk pembiayaan kegiatan terorisme, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj menegaskan bahwa transparasi sistem sangat dibutuhkan untuk meminimalisasi tindakan yang dapat merugikan.

 

Respon itu ia sampaikan menanggapi pemberitaan yang sedang ramai terkait adanya indikasi kuat oknum lembaga amil zakat (LAZ) yang menyalahgunakan dana kedermawanan sosial untuk pembiayaan kegiatan terorisme dengan menggunakan dana publik yang dihimpun lewat kotak amal di tempat-tempat dan fasilitas umum.

 
"Aktivitas teroris di manapun memang membutuhkan pasokan dana untuk merancang dan melancarkan aksi-aksinya. Tapi kan tidak seharusnya dana filantropi yang mestinya digunakan dan dimanfaatkan oleh mereka yang sangat membutuhkan malah disalahgunakan untuk kejahatan terorisme,” tegasnya kepada NU Online, Senin (8/11/2021).

 
“Makanya, transparansi sistem filantropi diperlukan untuk mencegah penyelahagunaan dana publik tersebut,” lanjut Ketua Indonesian Islamic Lawyers Forum (IILF) itu.

 
Menurutnya, jika dirunut ke belakang, penggunaan kotak amal yang diduga dijadikan sumber pembiayaan terorisme agaknya bukanlah modus baru. Beberapa waktu silam indikasi modus semacam ini sebenarnya sudah terbaca dan terendus oleh aparat kepolisian.

 
“Ya, pelaku menggunakan cara tersebut karena dianggap masih cukup aman. Pasalnya, sumbangan melalui kotak amal yang didistribusikan secara langsung (cash) peredaran dan pergerakan tidak mudah dideteksi dan dipantau,” ujarnya.

 
Selain itu, disebutkan, penggunaan kotak amal memang menjadi praktik yang dianggap lumrah untuk menggalang bantuan dan simpati publik. Berbeda jika kegiatan pengumpulan donasi dijalankan melalui transfer dengan aplikasi atau institusi jasa keuangan resmi yang jejak digitalnya mudah dilacak dan terendus oleh penegak hukum.

 
"Jika melihat ekosistem praktik filantropi saat ini, memang perlu didorong lebih jauh terkait aspek transparansi oleh Kemenag yang seharusnya mempublikasikan secara berkala lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) yang punya izin (legal), baik di tingkat pusat maupun wilayah serta daerah,” kata dosen yang juga berprofesi sebagai advokat hukum ini.

 

Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulisnya menyebut kasus penyalahgunaan dana filantropi yang dilakukan oleh jaringan teroris. Ia menyebut bahwa dana tersebut bersumber dari sumbangan masyarakat maupun beberapa perusahaan logistik yang dikumpulkan sejumlah yayasan yang merupakan sayap organisasi Jamaah Islamiyah (JI), salah satunya adalah Syam Organizer. Dari Rp 124 miliar dana yang terkumpul, baru Rp 1,2 miliar yang dialirkan ke JI.


Adapun rincian dana tersebut sebagian besar berasal dari pembelian lahan senilai Rp 16,814 miliar. Kemudian, dana lainnya juga didapat dari perusahaan logistik PT SM senilai Rp 370 juta.


Selain itu, ada juga dana dari Syam Organizer senilai Rp 1,9 miliar. Sebelumnya, Polri telah mengungkapkan bahwa Syam Organizer merupakan yayasan amal kelompok JI yang bergerak dalam penggalangan dana.
 

“Itukan bahaya. Karena kegiatan terorisme sudah dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan serius (extraordinary crime) yang sangat meresahkan dan menganggu stabilitas dan citra keamanan nasional di mata dunia internasional,” tandas Mustolih Siradj.

 

 
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin