Nasional

Upaya Kemenristekdikti Menangkal Radikalisme di Kampus Negeri

Kam, 8 Agustus 2019 | 18:00 WIB

Upaya Kemenristekdikti Menangkal Radikalisme di Kampus Negeri

Direktur Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Didin Wahidin. (istimewa)

Jakarta, NU Online
Radikalisme telah begitu menguat dan mengakar di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hal tersebut sudah menjad lampu kuning sehingga perlu diupayakan langkah-langkah khusus guna mengubah kembali menjadi ‘hijau.’
 
Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) sudah berupaya mengatasi radikalisme di kampus dengan melahirkan Peraturan Menteri Ristekdikti (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
 
Peraturan yang ditandatangani oleh M Nasir, Menristekdikti, pada 22 Oktober 2018 itu memberi angin segar bagi organisasi ekstra kampus untuk kembali masuk dalam lingkungan kampus guna menebarkan ideologi Pancasila dan menumbuhkan lingkungan yang inklusif. Namun, hal itu harus ditunjang dengan kemampuan organisasi mahasiswa ekstra dalam melakukan pencegahan dan konterradikalisasi.
 
“Selain kita menyediakan peluang masuknya kembali orma ekstra kampus, harus ada juga penguatan organisasi ekstra kampus,” kata Didin Wahidin, Direktur Kemahasiswaan Kemenristekdikti, dalam forum pertemuan tingkat tinggi dengan tema Mendorong Pandangan dan Gerakan Keagamaan Moderat ke Gelanggang Kampus di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Rabu (7/8).
 
Menurutnya, organisasi ekstra kampus harus mengevaluasi kondisinya masing-masing guna menemukan kekurangan dan kelebihan berbagai tindak-tanduk yang pernah dilakukan dalam rangka mengawal ideologi kebangsaan di kalangan mahasiswa. Dari situlah akan ditemukan langkah-langkah progresif guna mengatasi problematika eksklusifitas dakwah di lingkungan kampus.
 
“Harus ada evaluasi masing-masing dari organisasi kemahasiswaan. Penelitian yang membandingkan antarorganisasi,” ujar akademisi yang pernah menjadi Rektor Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jawa Barat itu.
 
Di samping itu, perubahan kebijakan yang dilakukan oleh Kemenristekdikti adalah dengan mewajibkan seluruh mahasiswa mengikuti kegiatan bela negara. “Di setiap momentum kegiatan mahasiswa diupayakan untuk membangun ketahanan. Semua mahasiswa wajib bela negara,” terangnya.
 
Persoalannya, lanjutnya, kampus-kampus besar tidak menghendaki kegiatan yang menekankan penguatan nasionalisme itu berlangsung dalam durasi dan porsi yang cukup lama. Ia menyebut kegiatan tersebut dilakukan hanya dua jam saja. Berbeda dengan di politeknik yang dilakukan selama dua sampai tiga hari.
 
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Wakil Ketua Umum PBNU sekaligus Rektor Unusia Jakarta H Muhammad Makshum Machfoedz, Badan Nasional Penanggulangan Terorime (BNPT) Moch Khairil Anwar, dan Staf Kepresidenan Munajat. (Syakir NF/Muchlishon)