Jakarta, NU Online
Komnas Haji dan Umrah Mustholih Siradj mengapresiasi ketegasan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UUPIHU) terhadap biro-biro travel bermasalah sebagai penyelenggara haji dan umrah.
Ia mengatakan bahwa UU Haji dan Umrah yang baru-baru ini disahkan oleh DPR memiliki lebih berdaya gigit terhadap kasus penipuan dan penelantaran jamaah haji dan umrah oleh biro travel.
“Penegasan terhadap sikap tersebut tercermin dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UUPIHU) yang beberapa waktu lalu telah disahkan dalam sidang paripurna DPR RI yang termuat pada Bab X Pasal 112 yang mengatur dugaan tindak pidana haji dan umrah,” kata Mustholih kepada NU Online di Jakarta, Rabu (10/4) siang.
Menurutnya, sasus-kasus yang kerap kali muncul terkait penelantaran dan penipuan yang menimpa ratusan ribu calon jamaah haji dan umrah beberapa waktu lalu oleh oknum biro-biro travel bermasalah membuat DPR dan Pemerintah perlu untuk melakukan penegakan hukum yang lebih serius, keras dan represif.
Upaya penegakan hukum terhadap biro travel yang bermasalah itu, kata Mustholih, dimaksudkan agar kejadian yang menimpa banyak calon jamaah haji dan umrah tidak terus berulang di kemudian hari. Ketegasan hukum ini juga dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan haji dan umrah.
“Nantinya selain dapat ditangani oleh aparat kepolisian seperti yang selama ini sudah lazim dilakukan, kejahatan sektor haji dan umrah akan ditindak oleh pejabat khusus yang menangani yakni Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPPNS),” kata Mustholih.
Menurutnya, hal ini dimungkinkan sebagaimana juga dilakukan di kementerian atau lembaga seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memiliki fungsi dan bertugas melakukan penindakan.
PPPNS, kata Mustholih, diberikan kewenangan seperti halnya penyidik di lembaga seperti Kepolisian atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengajar pada Fakutas Hukum dan Syariah UIN Jakarta ini menambahkan, tugas PPPNS di sektor penegakan hukum (law inforceman) antara lain melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
PPPNS juga berwenang melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti, meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum, melakukan penangkapan dan menahan, membuat dan menandatangani berita acara, dan menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang disangkakan.
Selain diberikan kewenangan sedemikian rupa, PPPNS dalam UU yang baru ini juga dibekali pasal-pasal untuk menjerat pelaku kejahatan haji dan umrah dengan pasal-pasal pemidanaan yang cukup berat dengan kisaran hukuman antara 4 sampai 10 tahun penjara dan denda hingga 10 milyar.
Mustholih menambahkan, UU baru Haji dan Umrah ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang hanya mencantumkan ancaman maksimal empat tahun dan denda yang minim sehingga wajar saja bila pelaku kejahatan disektor ini terus muncul dan tidak ada rasa jera.
“Dengan terbitnya UUPIHU ini diharapkan Jemaah haji dan umrah mendapatkan perlindungan yang proporsional dan para pelaku kejahatan akan berpikir ulang,” kata Mustholih yang juga berprofesi sebagai advokat. (Alhafiz K)