Nasional

UU Cipta Kerja: Pasal tentang Pekerja Kontrak, PHK, dan Pesangon Rugikan Buruh

Sel, 6 Oktober 2020 | 14:45 WIB

UU Cipta Kerja: Pasal tentang Pekerja Kontrak, PHK, dan Pesangon Rugikan Buruh

Gambaran PHK buruh. (Ilustrasi: Urbanasia)

Jakarta, NU Online

RUU Cipta Kerja yang baru saja disahkan menjadi UU Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin (5/10/2020) memantik gelombang protes dari berbagai kalangan, terutama kaum buruh di Indonesia.


Bahkan, buruh melakukan gerakan mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020 sebab disahkannya UU Cipta Kerja yang beberapa pasalnya dinilai merugikan buruh.

 

Baca juga: 5 Pokok Pikiran PBNU terkait RUU Cipta Kerja soal Jaminan Produk Halal


Dilansir Harian Kompas edisi 6 Oktober 2020 halaman 15 menjelaskan, RUU Cipta kerja antara lain memudahkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK.

 

Baca juga: Sarbumusi NU Bakal Lakukan Judicial Review UU Cipta Kerja


Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur keharusan pengusaha memberikan surat peringatan tiga kali sebelum melakukan PHK terhadap pekerja dihapus dalam RUU Cipta Kerja.


Selain itu, sejumlah ketentuan juga dapat membuat kaum buruh bisa terombang-ambing tanpa kepastian menjadi pekerja tetap. Pasal 59 dan Pasal 65 dalam RUU Cipta Kerja mengenai pekerja kontrak dan pekerja alih daya tak mengatur batas jangka waktu kontrak.

 

Baca juga: Ini Sejumlah Pasal Bermasalah dalam UU Cipta Kerja


Pada UU Ketenagakerjaan lama, pekerja hanya bisa dikontrak paling lama tiga tahun dengan aturan paling lama dua tahun dan diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.


Dalam RUU Cipta Kerja, penyelesaian pekerjaan kontrak ditentukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ketentuan lanjut mengenai jangka waktu dan batas waktu kontrak serta jenis dan sifat pekerjaan yang bisa dikontrak diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).


Hal itu membuat buruh terancam tidak diangkat menjadi pekerja tetap. Buruh kontrak dan alih daya kian terancam tanpa jaminan.

 

Baca juga: PB PMII: UU Cipta Kerja Hanya Fasilitasi Korporasi dan Oligarki


Berpotensi bebani keuangan negara


Ketentuan lain yang menjadi sorotan ialah berkurangnya pesangon bagi buruh, dari sebelumnya maksimal 32 kali upah berkurang menjadi 25 kali upah. Dengan rincian, perusahaan membayarkan 16 kali upah pekerja, sisanya 9 kali upah ditanggung oleh Negara dengan skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).


Dalam Pasal 42 Ayat 2 RUU Cipta Kerja disebutkan, modal awal untuk program JKP ditetapkan paling sedikit Rp 6 triliun yang dianggarkan dalam APBN. Ketentuan lebih lanjut dalam pemberian pesangon akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

 

Baca juga: Jadikan Pendidikan Barang Komersil, Ma'arif NU Bakal Gugat UU Cipta Kerja


Terkait hal itu, Sekjen Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan menilai bahwa regulasi pesangon dengan skema tersebut akan membebani keuangan negara, baik dalam jangka menengah dan jangka panjang.


“Regulasi baru tersebut juga berpotensi membuat kebijakan PHK lebih berani diambil,” jelas Misbah Hasan.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon