Nasional

Viral Azan Hayya alal Jihad, Wamenag Minta Ulama Beri Pencerahan

Sel, 1 Desember 2020 | 14:35 WIB

Viral Azan Hayya alal Jihad, Wamenag Minta Ulama Beri Pencerahan

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi di Jakarta mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat Al-Qur'an atau hadits. (Foto: Kemenag)

Jakarta, NU Online
Kementerian Agama merespon video viral di media sosial terkait sekelompok orang yang mengumandangkan azan berbeda dengan panggilan shalat pada umumnya. Azan dalam video tersebut dikumandangkan dengan mengganti lafadz hayya ‘alas-shalah menjadi hayya ‘alal-jihad. Selain itu, tampak dalam video tersebut, sejumlah orang membawa senjata tajam saat azan dikumandangkan.


"Jika seruan itu dimaksudkan memberi pesan berperang, jelas tidak relevan. Jihad dalam negara damai seperti Indonesia ini tidak bisa diartikan sebagai perang," kata Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Senin (30/11).

 

Menyikapi fenomena ini, Wamenag mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat Al-Qur'an atau hadits. 


Pemahaman agama yang hanya mendasarkan pada tekstual dapat melahirkan pemahaman agama yang sempit dan ekstrem. Dengan motif apa pun, video tersebut bisa berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat.


"Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama, dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memilik pemahamaan keagamaan yang komprehensif," katanya dikutip dari laman Kemenag.


Dalam menyikapi masalah ini, semua pihak hendaknya juga dapat menahan diri dan melakukan pendekatan secara persuasif dan dialogis. Menghindarkan diri dari tindakan kekerasan dan melawan hukum. 

 

Seputar ibadah azan
Kepada NU Online, Selasa (21/1), Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung KH Munawir menjelaskan bahwa azan merupakan ibadah yang memiliki syarat dan rukun. Cara mengerjakan ibadah azan dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW, termasuk redaksi adzan itu sendiri. 


Sehingga, jika sebuah ibadah yang cara mengerjakannya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW maka ibadah tersebut tidak boleh ada yang dirubah, baik ditambah atau dikurangi. 


"Azan ini merupakan ibadah yang sifatnya al-ta`abbud, sehingga redaksi dan bacaan azan harus mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Ketika mengumandangkan azan ada kalimat yang tidak dibaca maka hukumnya tidak sah atau membatalkan azan, dan azan harus diulang dari awal," jelasnya.


Dan ketika ada sekelompok orang yang dengan sengaja merubah atau menambahi redaksi azan yang tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, maka hal itu termasuk perbuatan bidah yang diharamkan. 


Menurutnya, menambah redaksi azan diperbolehkan hanya dalam kondisi darurat yakni ketika ada penyebab yang menghalangi untuk shalat berjamaah di masjid, seperti hujan lebat atau dalam kondisi wabah corona seperti ini.


Diperbolehkannya menambah kalimat azan maksudnya adalah tidak boleh merubah redaksi azan yang sudah ada. 


"Sehingga bacaan صلوا في رحالكم dibaca setelah حى على الصلاة dan حى على الفلاح. Bahkan kalau kita perhatikan apa yang disampaikan Imam Syafi’i, tambahan kalimat صلوا في رحالكم dibaca setelah azan selesai," jelasnya.


Melihat kondisi ini, Kiai Munawir berharap masyarakat khususnya umat Islam tidak mudah terbawa arus atau ikut-ikutan ibadah orang atau kelompok yang tidak memiliki dasar. Termasuk juga tidak ikut-ikutan dengan orang yang semangat ibadahnya kuat, namun minim ilmu.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan