Nasional

Wakaf Hubungkan Nilai Keislaman dan Keindonesiaan Antargenerasi

Sel, 24 November 2020 | 06:05 WIB

Wakaf Hubungkan Nilai Keislaman dan Keindonesiaan Antargenerasi

Ketua Badan Wakaf Indoensia (BWI) Pusat, Muhammad Nuh. (Foto: dok. BWI)

Jakarta, NU Online
Ketua Badan Wakaf Indoensia (BWI) Pusat, Muhammad Nuh mengatakan wakaf dapat menghubungkan nilai keislaman dan keindonesiaan antar-generasi. Sebagai amal jariyah, wakaf akan terus memberikan pahala. Meskipun pewakaf sudah meninggal dunia.


Sedangkan saat hidup di dunia, kegiatan berwakaf jelas membantu masyarakat sehingga hubungan sosial antar-masyarakat tersebut juga terus terjaga.


Menurut Mantan Menteri Pendidikan Nasional era Presiden SBY itu, sudah saatnya wakaf menjadi gaya hidup masyarakat. Dorongan ini selaras dengan hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Jabir bin Abdillah RA yang mengatakan, "tidak ada sahabat Nabi yang mampu kecuali mereka wakaf".


“Jadi gerakan wakaf ini untuk menghidup-hidupkan apa yang pernah diajarkan Rasulullah Muhammad SAW,” kata M Nuh saat memberikan kata sambutan di Wakaf Goes to Campus Virtual 2020, Selasa (24/11).


Prof Nuh menambahkan, bedanya wakaf dengan zakat, infak dan sedekah yakni dari cara penyalurannya. Islam, katanya, menganjurkan agar zakat infak dan sedekah tersebut langsung dibagikan langsung kepada penerimanya.


Sedangkan wakaf tidak, Islam menganjurkan agar wakaf dikelola terlebih dahulu supaya umat yang tertolong bisa berlipat-lipat.


“Sehingga saya selalu mengistilahkan wakaf itu sebagai belanja modal. Sedangkan ZIS operasional expeniter,” tuturnya.


Sementara itu, dalam buku Fikih Wakaf Lengkap, Mengupas Problematika Wakaf, Masjid dan Kenaziran (2018), Tim kodifikasi Lajnah Bahtsul Masail Pesantren Lirboyo Kediri mengungkapkan hal yang berbeda.


Menurut para penulis, wakaf ibadah wakaf merupakan ibadah yang langka. Sebab wakaf adalah investasi pahala abadi yang tetap dapat mengalirkan pundi-pundi pahala kepada pewakaf, di saat ibadah-ibadah yang lain sudah terputus (inqitha’) dan ketika manusia menemui ajalnya.  


Tak hanya itu buku yang memiliki lebih dari 190 halam ini menuliskan, wakaf merupakan ibadah sosial yang menawarkan prospek keuntungan ekonomi yang menjanjikan untuk umat. Sejarah telah bersaksi, betapa wakaf memainkan peran vital dalam signifikasi peningkatan kesejahteraan kaum Muslimin di masa lalu.


Peran dari wakaf menembus batas sekat, dari pemajuan sektor pendidikan, layanan sosial, pengembangan ilmu pengetahuan, peradaban dan layanan publik yang lain. Intinya, wakaf menjadi instrumen penting untuk program pembangunan dan pengentasan kemiskinan.


Selama ini, wakaf hanya diidentikan dan berkutat di kisaran tempat ibadah, kuburan, ataupun madrasah. Semangat semacam ini memang baik, karena wakaf untuk tempat ibadah akan meningkatkan keimanan dari masyarakat. Tetapi secara ekonomis, potensi pembangunan yang terkandung dalam wakaf masih sulit kita temukan.


“Idealnya, cakupan berikut spektrum wakaf haruslah diperlebar dan dikelola secara produktif, agar wakaf menjadi piranti aktif dalam suksesi cita-cita pembangunan, pemberdayaan dan kemajuan masyarakat,” tulis buku yang diberikan pengantar oleh KH Tholchah Hasan itu.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad