Nasional

Warga Buntet Pesantren Raih Emas Olimpiade Teknik Kimia Asia

Ahad, 5 Agustus 2018 | 05:30 WIB

Jakarta, NU Online
Arvin Muhammad Yafiz berhasil membawa pulang medali emas pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul Trade Exhibition and Convention Center (SETEC), Seoul, Korea Selatan. Kegiatan berlangsung Kamis sampai Sabtu (2-4/8).

Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang ini berhasil menyisihkan peserta lain. Di antaranya dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakart dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan kampus lain dari 20 negara di dunia.

Warga Pondok Buntet Pesantren itu bersama lima rekannya membuat purwarupa mesin untuk membuat ikan asin dengan efisien. Hal itu dilakukan dengan memanfaatkan proses fotokatalitik. Ia menggunakan preparat silver yang dibuat dengan menggunakan ZnO sehingga dapat menghasilkan reaksi fotokatalis ketika disinari menggunakan lampu sinar UV.

"Reaksi fotokatalis ini akan mampu mereduksi logam berat pada ikan seperti Pb yang sangat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak,” katanya. Juga dapat menyebabkan kematian mengingat 73% dari 59 sungai utama di Indonesia yang sudah tercemar dan berakhir di lautan, lanjutnya.

Pengeringan itu, lanjutnya, dilakukan lebih cepat 55%. Di samping itu, dalam proses penyimpanannya pun, hasilnya akan lebih lama dan tidak berjamur.

Arvin dan kawan-kawan menamai mesin itu dengan STOPS sebagai akronim dari Smart Tools of Photocatalytic System. "Teknologi pengolahan dan pengeringan ikan terutama ikan asin yang sering diproduksi dan menjadi komoditas utama pasar menengah kebawah dalam negara-negara kepulauan," katanya menjelaskan alatnya itu.

Persiapan
Mulanya, ia mempersiapkan proposal penelitian dengan bantuan dosen pembimbing. Lalu, timnya mengevaluasi data-data yang telah diperoleh di laboratorium.

"Ketika ada data yang salah, maka literatur diganti, atau data yang menyimpang bisa dievaluasi kesalahannya di mana," ceritanya.

Inovasinya itu, kemudian, dikembangkan hingga sesuai teorema, dan mulai menyusun prototype dengan mencari bahan-bahan pendukung yang pantas dan kuat. Selain itu, bahan juga harus sesuai dengan kriteria dan banyak di pasaran, disusun, dicoba, kemudian dievaluasi.

Pria kelahiran 21 tahun lalu itu menuturkan bahwa penelitiannya membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun. "Ini merupakan penelitian tahun kemarin yang telah selesai pada akhir 2017 lalu. Kemudian mencoba untuk dilombakan di awal Maret 2018," katanya.

Dalam mempersiapkan diri menuju lomba, ia mengawalinya dengan membuat proposal sponsor. Kemudian Arvin mengevaluasi data yang dihasilkan prototype, membuat desain poster, hingga mempercantik prototype.

Persiapan perlombaan berupa penyiapan proposal sponsor, mengevaluasi data yang dihasilkan purwarupa, membuat desain poster, memperindah purwarupa agar aman, nyaman, dapat digunakan, hingga mengurus masalah transportasi untuk ke tempat tujuan.

Arvin menerangkan bahwa lomba berawal dari input data peserta dan seleksi abstrak. Setelah lolos abstrak, ia dan timnya menyusun makalahnya sesuai dengan format lomba yang diinginkan.

"Barulah bisa melakukan presentasi dan penjurian di hari H serta pameran kepada mahasiswa lain," ujarnya.

Tentu saja Arvin merasa bangga dapat mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. "Pengalamannya sangat berharga," pungkasnya. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)