Nasional

Warga NU Kalsel Bangga KH Idham Chalid Bakal Hiasi Rupiah

Sab, 17 September 2016 | 11:44 WIB

Jakarta, NU Online
Keluarga Besar Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan merasa sangat surprise dan bangga karena Pemerintah RI menetapkan Pahlawan Nasional dan juga Ketua Umum PBNU tahun 1956 hingga 1984, KH Idham Chalid menjadi gambar di mata uang 5.000. Nahdliyin Kalsel berbangga karena Kiai Idham berasal dari provinsi mereka.  

“Ini bolehlah semacam penghargaan luar biasa dari negara kepada NU, menjelang usia 1 Abad,” kata Ketua PWNU Kalimantan Selatan KH M. Sarbani Khaira ketika dihubungi NU Online Jumat (16/9).

Selain jasanya buat negara yang begitu besar, Sarbani bercerita Kiai Idham dari sisi NU. Menurutnya, bagi warga NU, Kiai Idham Chalid adalah figur penyelamat organisasi. Dengan kepiawaiannya, beliau meniti di atas batu runcing selama Orde Lama dan Orde Baru. Dengan kepiawaiannya itu pula, NU bisa bisa bertahan, walau gelombang badai menghantam dari kanan kiri.

“Dahsyat sekali,” katanya.

Ia menambahkan, organisasi besar seperti Masyumi karena ketidakjelian para tokohnya, mati buat selamanya. “Bisa dibayangkan, jika NU ikut mati, entah di era Orde Lama atau Orde Baru,” lanjutnya.

Lebih lanjut Sarbani mengambarkan sosoknya. Kiai Idham memang figur ulama Ahlussunnah tulen. Orangnya santun, tepo selero, moderat, berjiwa harmonis, dan saling menghargai. Hanya karena keadaan, beliau terjebak ke dunia politik. Ini logis, karena zaman memerlukannya untuk turun ke dunia politik praktis.

“Karya besar beliau selama hidup bagi NU, selain membangun sistem dengan semangat kebersamaan, adalah keinginan beliau mencetak generasi NU semakin terdidik. Di zaman beliau setiap tahun selalu dikirim anak-anak muda NU meneruskan studi ke negeri piramid, Mesir. Sayangnya beliau terlalu baik sangka. Orang yang dikirim itu tanpa kontrak, maka yang terjadi sepulang dikirim ke Timur Tengah, pulangnya membawa paham baru yang memusuhi paham NU sendiri,” jelasnya.

Terakhir, menurut dia, andil Kiai Idham yang selalu mengutamakan kepentingan publik. Itu layak beliau dihargai. (Abdullah Alawi)