Nasional

Yakin, Anda Lebih Baik dari Orang Bodoh dan Nonmuslim?

Rab, 13 April 2016 | 05:03 WIB

Jakarta, NU Online
Rendah hati atau tawādlu' merupakan salah satu sifat terpuji. Orang yang memiliki sifat rendah hati akan memiliki derajat terhormat dan mulia baik di sisi Allah maupun manusia. Rendah hati menjadi fondasi bagi seluruh ketaatan. Sebaliknya, tanpa sifat rendah hati, seseorang tidak akan mampu tunduk total kepada Allah dan tidak akan mampu menghormati, menghargai dan mengakui kelebihan orang lain.

Demikian dikatakan KH Ishomuddin yang biasa dipanggil Gus Ishom saat menjelaskan keutamaan orang yang memiliki sifat rendah hati, Sabtu (9/4). Ia menambahkan bahwa orang yang rendah hati adalah orang yang hatinya telah dipenuhi rasa kasih sayang sehingga ia dicintai oleh Allah dan makhluk-Nya, kecuali Iblis dan bala tentaranya.

"Orang yang rendah hati adalah orang yang terbukti sanggup memutuskan mata rantai kesombongan atau keakuan dan memotong-motong tali kekaguman kepada diri sendiri," jelas Gus Ishom yang juga Rais Syuriyah PBNU ini.

Ia mencontohkan bahwa dalam pergaulan sehari-hari, orang yang rendah hati pada umumnya lebih disukai dan dihormati daripada orang yang angkuh dan sombong. Menurutnya, hanya orang yang kurang waras dan berpenyakit hati yang memusuhinya.

"Orang yang mencapai puncak sifat tawādlu' selalu memandang siapa saja lebih utama dan baik dibandingkan dirinya sendiri, tanpa ada rasa rendah diri minder. Ia akan mengatakan bahwa barangkali orang lain ini baik dan tinggi derajatnya di sisi Allah dibandingkan dirinya," ujarnya.

Bila ia berjumpa dengan anak kecil, lanjutnya, orang yang rendah hati akan berkata bahwa anak kecil itu tidak durhaka kepada Allah, sedangkan dirinya banyak berbuat dosa, sehingga tidak diragukan bahwa anak kecil tersebut lebih baik daripada dirinya.

Bila ia bertemu dengan orang dewasa, maka ia mengatakan bahwa orang ini lebih dahulu taat kepada Allah daripada dirinya. Bila ia berjumpa dengan orang berilmu, ia berkata bahwa orang berilmu tersebut telah dianugerahi apa yang belum dicapainya dan telah mendapatkan apa yang belum diperolehnya.

Bila ia berjumpa dengan orang bodoh, ia akan berkata dalam hati bahwa orang ini durhaka kepada Allah karena ketidaktahuannya, sedangkan dengan ilmu justru dirinya durhaka kepada Allah. Orang yang rendah hati tersebut tahu pasti bahwa belum tentu orang bodoh yang durhaka kepada Allah itu pasti mati dengan akhir yang buruk, sebagaimana dirinya sadar belum tentu mati dengan akhir yang baik.

"Bila ia bertemu dengan nonmuslim, maka ia berkata bahwa barangkali suatu saat nanti ia menjadi muslim lalu matinya membawa amal kebajikan, sedangkan dirinya belum tentu demikian," kiai kelahiran Pringsewu ini. (Muhammad Faizin/Mahbib)