Nasional

Zaman Berubah, Dakwah Kekinian Perlu Persiapan Serius

Ahad, 28 April 2019 | 14:00 WIB

Zaman Berubah, Dakwah Kekinian Perlu Persiapan Serius

Dari kiri, moderator, Fauzi Priambodo, Agus zainal Arifin dan Ustadz Muntaha.

Surabaya, NU Online
Menurut data dari Internet World Stats, Indonesia masuk lima besar jumlah pengguna internet terbanyak. Setidaknya ada 143,260,000 orang yang setia berselancar, dan ini mengalami peningkatan 7,063% dari tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini dalam pandangan H Agus Zainal Arifin sebenarnya menyiratkan tantangan tersendiri. “Toh setiap masa, hidup justru akan kian sulit,” katanya, Sabtu (27/4). 

Mengapa kenyataannya bisa demikian? “Tidak lain lantaran manusia sendiri terlambat menghadapi perubahan,” ungkap Dekan Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.

Pandangan serupa disampaikan Ustadz Muntaha. Bahwa hingga kini masyarakat sangat bergantung kepada gawai atau gadget, yang ujung-ujungnya cukup memperihatinkan. 

Hal tersebut terjadi lantaran pada kenyataannya, para penikmat telepon pintar dimanjakan. “Semua disiapkan prasmanan dalam artian praktis, murah dan instan,” katanya di hadapan peserta Forum Silaturahim Nasional (Forsilatnas) Persaudaraan Profesional Muslim (PPM) Aswaja.

Imbas kemudahan mengakses internet tersebut juga berimbas masyarakat khususnya kaum Muslimin juga mudah terpapar Islam simbolis dan kesalehan lahiriah. “Semua kesalehan diukur dengan tampilan fisik yang kadang menipu,” jelas Sekretaris Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini.

Para publik figur terutama yang mengisi ruang dakwah ternyata juga mengalami realitas yang tidak menggembirakan. "Sejumlah dai yang digandrungi umat, nyatanya tidak diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman agama yang mumpuni,” kata Fauzi Priambodo.

Secara khusus, spesialis branding ini mengemukakan bahwa apa yang dilakukan sejumlah kalangan itu telah didesain sejak lama. “Mereka menyiapkan ustadz, konten dan sejenisnya dengan sangat rapi,” ulas Fauzi,

Untuk mengisi ruang publik yang cenderung dikuasai kalangan garis keras tersebut tidak lain adalah dengan menyatukan kekuatan jamaah. “Hal itu juga dapat menopang jamiyah dalam hal ini Nahdlatul Ulama,” kata Ustadz Muntaha. 

Pada saat yang bersamaan, alumnus Pesantren Lirboyo tersebut menyarankan kembali kepada metode dakwah para pendahulu atau salafussalih. “Para wali khususnya Walisongo memiliki prinsip dakwah husnul mauidhah, al-hikmah fid dakwah, husnul khuluq maannas, mujadalatihim iyyahum bilhusna,” urainya.

Fauzi turut mengajak warga NU untuk serius dalam menyiapkan dakwah. “Kita kemas produk atau mubbalighnya, disiapkan kontennya, juga ditentukan segmentasi audiens atau jamaahnya,” terangnya.

H Agus Zainal Arifin juga mengingatkan untuk mempersiapkan masa depan dengan lebih terarah, apalagi NU akan menghadapi usia satu abad. “Kita harus menyiapkan masa depan sekaligus prospek dakwah di masyarakat,” tandasnya.

Ketiga narasumber tampil pada sesi kedua yang berakhir menjelang waktu magrib. Narasumber lain yang tampil sebelum dan sesudahnya antara lain KH Lukmanul Hakim, Hakim Jayli, Edi Kurniawan, Ubaidillah Sadewo, Choirul Anwar, juga Arif Afandi. 

Forsilatnas VIII PPM Aswaja sendiri berlangsung selama dua hari. Yaitu Sabtu hingga Ahad (27-28/4) dan dipusatkan di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Kedung Tarukan, Pacar Kembang, Surabaya, Jawa Timur. (Ibnu Nawawi)