Obituari

Gus Mus Sebut Radhar adalah Pejuang Kebudayaan

Jum, 23 April 2021 | 00:07 WIB

Gus Mus Sebut Radhar adalah Pejuang Kebudayaan

KH Ahmad Mustofa Bisri saat bersama Radhar Panca Dahana. (Foto: Akun Facebook Ahmad Mustofa Bisri)

Jakarta, NU Online
Budayawan Indonesia Radhar Panca Dahana mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada Kamis (22/4) malam, sekitar pukul 20.00 WIB akibat serangan jantung.


Ucapan duka cita pun mengalir deras untuk sastrawan kelahiran Jakarta 56 tahun yang lalu itu. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang juga dikenal sebagai budayawan, KH Ahmad Mustofa Bisri menyampaikan duka citanya melalui akun media sosialnya sembari mengunggah foto kebersamaannya dengan almarhum.


Kiai yang akrab disapa Gus Mus itu menyebut sosok Radhar sebagai seorang pejuang kebudayaan. “Malam ini mendengar berita: satu lagi saudaraku yang baik, Radhar Panca Dahana pulang ke rahmat Allah. Pejuang kebudayaan yang tulus itu wafat di malam baik di bulan baik. Semoga Allah menerima segala amal baiknya dan mengampuni segala kesalahan-kesalahannya,” tulisnya pada Kamis (22/4) malam.


Almarhum akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan pada Jumat (23/4) siang. Sebelumnya, jenazah akan dishalatkan di Masjid Villa Pamulang bakda Jumat.


“Akan dishalatin di masjid villa pamulang abis jumatan dan akan dimakamkan di Tanah Kusir,” kata Rifky, salah satu sahabatnya kepada NU Online pada Kamis (23/4) malam.


Kabar ini juga diinformasikan Olivia Zalianty, salah satu artis yang memiliki kedekatan dengan sosok tokoh sastra Indonesia itu melalui akun Instagramnya. “Beliau meninggal jam 19:30 malam ini di RSCM karena serangan jantung dan akan dimakamkan besok tgl 23-04-2021 di TPU tanah kusir,” tulis keterangan unggahan videonya.


Semasa hidupnya, Radhar telah melahirkan sejumlah buku di bidang sastra dan budaya, antara lain Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Lalu Aku (kumpulan sajak, 2003), Jejak Posmodernisme (2004), Cerita-cerita dari Negeri Asap (kumpulan cerpen, 2005), Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006), Dalam Sebotol Cokelat Cair (esai sastra, 2007), Metamorfosa Kosong (kumpulan drama, 2007), Manusia Istana (kumpulan puisi), Lalu Waktu (kumpulan puisi), dan Kebudayaan dalam Politik, Kritik pada Demokrasi (2015).


Ia menamatkan studi sarjananya di bidang sosiologi dari Universitas Indonesia (1993) dan magisternya di bidang yang sama di École des Hautes Études en Science Sociales, Paris, Prancis (2001). Radhar juga pernah mengabdikan diri menjadi pengajar di Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta yang sekarang menjadi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).


Agung Firmansyah, salah satu mahasiswanya, menyampaikan bahwa sosok Radhar memang betul-betul kuat. Bagaimana tidak, selama belasan tahun ia menjalani kehidupan dalam segala aktivitasnya dengan harus melakukan cuci darah rutin.


“Beliau orang yang kuat. Beliau bercerita, selama bertahun-tahun beliau bertahan dengan penyakit yang beliau idap, yang mengharuskannya cuci darah secara rutin. Bahkan menerima penyakitnya sebagai bagian dari kehidupannya. Terbukti hal itu tidak menghalanginya untuk berkegiatan dan mengajar,” tulis Agung melalui akun Facebooknya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin